Metode dan Corak Penafsiran Tafsir Mafātīh al-Ghaib
Tafsir ar-Razi termasuk dalam metode Tahlili. Adapun metode Imam ar-Razi dalam tafsirnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Imam ar-Razi telah mencurahkan perhatian untuk menerangkan hubungan-hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya dan hubungan satu surat dengan satu surat yang mengikutinya. Adakalanya beliau tidak mengemukakan satu hubungan saja, melainkan lebih dari satu hubungan.
- Imam ar-Razi berbicara panjang lebar dalam menyajikan argumentasi. Sebagian pembicaraan itu menjadikan kitabnya tak berbeda dengan kitab filsafat, matematika dan ilmu eksakta, sampai-sampai Ibn ‘Atiyah berkata dalam kitab Imam ar-Razi, “segalanya ada kecuali tafsir itu sendiri.” Namun sesungguhnya, sekalipun Imam ar-Razi banyak berbicara tentang masalah-masalah ilmu kalam dan tinjauan-tinjauan alam semesta, beliau berbicara tentang tafsir al-Quran.
- Mazhab alirannya, ialah Imam Nasir ar-Razi, dan menentang keras mazhab Mu’tazilah dan membantahnya dengan segala kemampuannya. Sebab itu beliau tidak pernah melewatkan setiap kesempatan untuk menghadapkan bantahan terhadap mazhab Mu’tazilah itu. beliau bentangkan pendapat-pendapat mereka, kemudian beliau serang pendapat-pendapat tersebut dan beliau bongkar kelemahan-kelemahannya, walaupun adakalanya bantahan-bantahan beliau tidak cukup memadai dan memuaskan. Beliau menyoroti mazhab-mazhab fiqh dalam menafsirkan ayat-ayat hukum, dengan segala kemampuan beliau, dengan tujuan menguatkan mazhab-mazhab Syafi’i karena beliau memang bermazhab Syafi’i.
- Beliau juga kadang-kadang suka melantur dalam membahas masalah-masalah ushul fiqh dan masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu nahwu dan balaghah. Hanya saja beliau tidak berlebih-lebihan dalam hal-hal tersbut seperti yang beliau lakukan dalam masalah-masalah eksakta dan ilmu-ilmu kealaman.
Tafsir Mafātīh al-Ghaib atau yang dikenal sebagai Tafsir al-Kabir dikategorikan sebagai tafsir bi al-ra’y, yaitu tafsir yang dalam menjelaskan maknanya mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan yang didasarkan oleh ra’y semata; dengan pendekatan Mazhab Syafi’iyyah dan Asy’ariyah. Tafsir ini merujuk pada kitab Az-Zujaj fi Ma’anil Quran, Al-Farra’ wal Barrad dan Gharibul Quran, karya Ibnu Qutaibah dalam masalah gramatika. Riwayat-riwayat tafsir bil ma’tsur yang jadi rujukan adalah riwayat dari Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Sudai, Said bin Jubair, riwayat dalam tafsir At-Thabari dan tafsir Ats-Tsa’labi, juga berbagai riwayat dari Nabi saw, keluarga, para sahabatnya serta tabi’in. Sedangkan tafsir bir ra’yi yang jadi rujukan adalah tafsir Abu Ali Al-Juba’i, Abu Muslim Al-Asfahani, Qadhi Abdul Jabbar, Abu Bakar Al-Ashmam, Ali bin Isa Ar-Rumaini, Az-Zamakhsyari dan tafsir Abul Futuh Ar-Razi.
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, pengarang, Fakhruddin ar-Razi tidak menyempurnakan kitab tafsirnya ini. Sebagaimana yang juga dikatakan oleh Ibn Khalkan di dalam kitab Wafiyatul A’yaan. Dalam kitab Kasyfu al-Dhunun dijelaskan bahwa Fakhruddin ar-Razi hanya menulis kitabnya sampai pada surat al-Anbiya’, kemudian diteruskan oleh Syihabuddin al-Khauyi. Akan tetapi beliaupun belum menyelesaikannya dengan sempurna. Akhirnya dilanjutkan oleh Najmuddin al-Qamuli sampai sempurna.
Pendapat lain mengatakan bahwa Fakhruddin ar-Razi telah menyelesaikan kitab tafsirnya. Yaitu yang dikemukakan oleh Dr. Ali Muhammad Hasan al-‘Imariz dalam kitabnya. Selain itu, pada dasarnya ar-Razi enulis kitab tafsirnya tidak sesuai urutan sebagaimana mushaf al-Qur'an (mulai al-Fatihah sampai dengan an-Nas), hal ini bisa dilihat dari tanggal yang dituliskan oleh ar-Razi dalam menafsirkan surat-surat al-Qur'an. Jadi, surat al-Anbiya’ merupakan akhir tulisan beliau, bukan karena belum selesai akan tetapi memang surat terakhir yang beliau tafisrkan adalah surat al-Anbiya’.
Post a Comment for "Metode dan Corak Penafsiran Tafsir Mafātīh al-Ghaib"