Contoh Penafsiran Tafsir Al-Manar
Secara umum, terdapat masalah-masalah yang tidak kalah penting terkait seputar metode penafsiran atas Nash al-Qur’ân yang kemudian menjadi adat kebiasaan pada umumnya, yaitu masalah poligami.Al-Qurân secara jelas membolehkan untuk melakukan poligami dan al-Quran telah menetapkan hukum dengan membatasi hanya sampai empat isteri.
Firman Allah dalam surat al-Nisa ayat 3:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita wanita lain yang kamu senangi dua, tiga dan empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka kawinilah seorang saja atau budak yang kamu miliki”
Maksud ayat di atas menurut Muhammad Abduh adalah tentang perlakuan terhadap anak yatim. Sebagian wali laki-laki, yang bertanggung jawab mengelola kekayaan anak yatim perempuan, tidak mampu mencegah dirinya dari ketidakadilan dalam mengelola harta si anak yatim, satu solusi yang dianjurkan untuk mencegah salah kelola adalah mengawini anak yatim itu. Pada satu sisi al Qur’ân membatasi jumlahnya sampai empat, disisi lain tanggung jawab ekonomi untuk menafkahi isteri akan sejajar dengan akses harta perempuan yatim melalui tanggung jawab manajemen. Namun, kebanyakan pendukung poligami jarang membicarakan poligami dalam konteks perlakuan yang adil terhadap anak yatim.
Muhammad Abduh juga menjelaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan ayat lain seperti yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a dalam surat al-Nisa’: 127 yang artinya: “Dan kamu mempunyai keinginan untuk menikahi mereka (anak-anak yatim itu)” maksudnya adanya perasaan di hati untuk menikahi dengan bekal harta dan kecantikan, maka dilarang untuk menikah kecuali kalau niatnya betul-betul lurus dari hati.
Ibn Jarir berkata: “Ayat diatas adalah larangan menikah lebih dari empat karena dikhawatirkan akan hilangnya harta anak yatim. Hal ini terjadi pada seseorang Quraisy yang mengawini perempuan lebih dari sepuluh maka habislah harta tadi yang digunakan untuk memberi nafkah bagi isteri-isteri yang lain, oleh sebab itu dilarang cara semacam ini.”
Abduh berkata: “Ayat di atas menjelaskan tentang jumlah isteri dalam pembahasan anak yatim dan pelarangan memakan harta mereka. Seandainya kamu khawatir memakan harta mereka bila mengawininya maka Allah membolehkan nikah dengan perempuan lain sampai berjumlah empat, tetapi bila tidak sanggup untuk berlaku adil maka satu saja.”
Izin yang diberikan dalam ayat tersebut mengenai poligami dibatasi dengan persyaratan, yaitu apabila sang suami itu memiliki akhlak yang baik, dan secara ekonomis dia mampu untuk memberi nafkah kepada dua isteri atau lebih secara adil dalam setiap kondisi, serta mampu menghindarkan dari perilaku yang yang dapat menyulut perpecahan antara kedua isteri tersebut.
Post a Comment for "Contoh Penafsiran Tafsir Al-Manar"