Aplikasi Analisis Teks Angelika Neuwirth terhadap Al-Qur'an
1. QS. Al-Ikhlas (112)
Lafal qul huwa Allāh aḥad senada dengan kredo Yahudi,“Shema Yisra’el, adonay elohenu adonay ehad”. Ini menunjukkan bahwa teks Yahudi masih audibel dalam Al-Qur'an,sehingga Al-Qur'an tidak menggunakan kata wahid, tetapi aḥad. Menurut Neuwirth, pengutipan ini bukan tanpa fungsi. Ini adalah bagian dari strategi negosiasi: menyesuaikan dengan teks Yahudi untuk menjembatani ketegangan antara komunitas Yahudi dan Al-Qur'an. Namun demikian, Al-Qur'an me-universal-kan kredo ini (tidak hanya untuk bangsa Israel) sehingga bisa diterima oleh yang non-Yahudi.
Tidak hanya itu, ayat berikutnya, lam yalid wa lam yūlad, menunjukkan bahwa Al-Qur'an mengakomodir tradisi Kristen pada masa itu. Ungkapan ini merupakan bantahan terhadap teologi Kristen. Ayat berikutnya, walam yakun lahu kufuwan aḥad, menunjukkan universalitas Al-Qur'an. Di sini,Tuhan tidak bisa disamakan dengan “anak” (sebagaimana dalam doktrin Kristen), tapi lebih luas, dengan apapun. Ayat ke-3 dan ke-4 ini juga menampilkan retorika Yunani, intensification. Melalui dua ayat ini, Al-Qur'an tidak hanya membantah doktrin Kristen, tetapi sedang menyatakan sesuatu yang lebih umum, yakni konsep kepercayaan monoteisme.
Surat ini, dengan demikian bisa menjadi contoh bahwa Al-Qur'an seyogyanya dibaca dalam setting Late Antique dan sebagai living speech, agar pesannya bisa lebih diresapi.
2. QS. al-‘Adiyat (100)
Dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Images and Metaphors in the Introductory Sections of the Mekkan Suras”, Neuwirth mengkaji qasam yang terdapat dalam surat-surat Makkiyah periode awal (menggunakan kronologi Noldeke). Dia melakukan kajian ini karena menganggap belum ada penelitian yang serius tentang persoalan ini, terutama yang mengaitkan antara pola ini dengan fenomena kuhhan, sebuah dialog yang mustinya lazim pada surat-surat periode paling awal.
Dalam menganalisis Q.S. 100, Neuwirth membagi ayat ini ke dalam beberapa kelompok ayat:
- kelompok ayat sumpah, oath clusters (ayat 1-14)
- āyāt, tanda yang terdiri dari kisah-kisah umat terdahulu, retribution legends, dan tanda di alam raya (ayat 15-33)
- eskatologi(kebangkitan Manusia) (ayat 34-46)
Dalam surat ini, qasam yang digunakan merujuk kepada kuda perang. Lima ayat pertama dari surat ini menggambarkan qasam, yang dilukiskan dalam sebuah tablo, yakni menghadirkan satu atau beberapa subyek yang sama secara berturut-turut di panggung dengan gerak yang sinambung dan cepat.Ayat sisanya berbicara tentang kondisi manusia yang ingkar dan ditutup dengan pemandangan eskatologis (kebangkitan manusia).Neuwirth mengambil kesimpulan bahwa qasam di sini, yang berbicara tentang kedatangan kuda perang dan serangan mendadak di pagi hari, menggambarkan betapa cepat dan mendadaknya kebangkitan manusia kelak. Aspek ini menunjukkan salah satu referensialitas antar bagian dalam teks yang ada dalam surat ini. Karenanya meskipun tampak berbicara tema-tema yang berbeda, surat ini sebenarnya adalah satu bagian yang padu.
Al-Qur'an dalam hal ini “meminjam” pengalaman nyata masyarakat pada masa itu untuk menggambarkan sesuatu yang berada di luar pengalaman mereka,yakni hari kebangkitan. Ini termasuk aspek referensialitas antara teks dengan sesuatu di luar dirinya.Dengan ini,pesan teks lebih mudah dipahami.Gambaran dan pengalaman datangnya kuda perang yang mendadak ini sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Mekkah saat itu yang harus menghadapi serangan yang sering kali mendadak dari kaum Badui.Dengan demikian, pesan Alquran mampu menggetarkan hati mereka.
Analisis surat ini menggambarkan bagaimana Neuwirth membangun kepaduan dalam surat dan “menghidupkan” sebuah surat.
Referensi :
- Hear Israel, the Lord, our God, is One.
- Neuwirth, “Images and Metaphor in the Introductory Section of the Makkan suras” dalam G.R. Hawting dan Abdul-Kader A. Shareef (ed.), Approaches to the Qur’an (London dan New York: Routledge, 1993), hlm. 3-4.
Post a Comment for "Aplikasi Analisis Teks Angelika Neuwirth terhadap Al-Qur'an"