Apakah Sumber Interpretasi Yang Paling Penting Yang Digunakan Para Sahabat
Para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur’an selalu menggunakan 4 sumber. Ke-empat sumber yang paling penting yang digunakan oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur’an, yaitu :
1. Dengan menggunakan Al-Qur’an itu sendiri.
Dalam implementasinya dikenal dengan Tafsir Qur’an bil Qur’an. Para ulama sepakat hal terpenting dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah dengan menggunakan Al-Qur’an itu sendiri. Begitulah yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah rahimahulloh.
فإن قال قائل : فما أحسن طريق للتفسير ؟
والجواب أن أصحّ الطريق في ذلك أن يفسّير القرأن بالقرأن نفسه ...
Artinya : “Maka jika seseorang berkata : jalan apakah yang lebih baik untuk menafsirkan ? jawabannya : sesungguhnya jalan terbaik dalam menafsirkan adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an tu sendiri.”
Seperti yang dikatakan sang hafidz as- suyuthi rahimahulloh :
قال العلماء : من أراد تفسير الكتاب العزيز طلبه أولامن القرأن
Artinya : “Ulama berkata : barang siapa yang ingin menafsirkan kitab mulia (Al-Qur’an), maka mulailah cari dalam Al-Qur’an.”
Sebagai contoh apa yang disebutkan dalam Al-Qur’an, dari beberapa kisah, seperti kisah Nabi Musa AS yang disebutkan secara global dalam satu surat, dan sebagian lain di surat yang lain.
Sebagian dari tafsir Al-Qur’an bil Qur’an yaitu penyebutan ayat mujmal yang dijelaskan dengan ayat mubayyan, sebagaimana firman Alloh SWT, QS. Ghofir : 28,
وَإِن يَكُ صَادِقٗا يُصِبۡكُم بَعۡضُ ٱلَّذِي يَعِدُكُمۡۖ
Artinya : “dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.”
Dan penafsirannya di ayat yang lain, yaitu QS. Ghofir : 77,
فَإِمَّا نُرِيَنَّكَ بَعۡضَ ٱلَّذِي نَعِدُهُمۡ أَوۡ نَتَوَفَّيَنَّكَ فَإِلَيۡنَا يُرۡجَعُونَ
Artinya : “maka meskipun Kami perlihatkan kepadamu sebagian siksa yang Kami ancamkan kepada mereka ataupun Kami wafatkan kamu (sebelum ajal menimpa mereka), namun kepada Kami sajalah mereka dikembalikan.”
Tafsir Al-Qur’an bil Qur’an dengan ayat mutlaq dan muqoyyad, ‘am dan khas, misalnya meniadakan "الخلّة والشفاعة" bagi orang awam, firman Allah SWT, QS. AL-Baqarah : 254, yang berbunyi :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ يَوۡمٞ لَّا بَيۡعٞ فِيهِ وَلَا خُلَّةٞ وَلَا شَفَٰعَةٞۗ وَٱلۡكَٰفِرُونَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa´at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.”
Dan Allah SWT mengecualikan “الخلّة” bagi orang yang yakin, sebagaimana firman Allah SWT, dalam QS. Az-Zukhruf : 67, yang berbunyi :
ٱلۡأَخِلَّآءُ يَوۡمَئِذِۢ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلۡمُتَّقِينَ
Artinya : “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.”
Juga mengecualikan siapa yang dapat memberi syafa’at, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Najm : 26, yang berbunyi :
وَكَم مِّن مَّلَكٖ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ لَا تُغۡنِي شَفَٰعَتُهُمۡ شَيًۡٔا إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ أَن يَأۡذَنَ ٱللَّهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرۡضَىٰٓ
Artinya : “Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa´at mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).”
Tafsir Al-Qur’an bil Qur’an menggunakan qiroat satu dengan yang lainnya. Sebagian qiroat berbeda dalam lafadz akan tetapi sama dalam hal makna. Sebagai contoh Ibnu Mas’ud membaca :
أو يكون لك بيت من ذهب
Menafsirkan lafadz “الزخرف”, sebagaimana dalam QS. Al-Isra` : 93, yang berbunyi,
أَوۡ يَكُونَ لَكَ بَيۡتٞ مِّن زُخۡرُفٍ ...
Artinya : “Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas,”
2. Dengan Nabi SAW.
Dalam implementasinya dikenal dengan Tafsir bis-sunnah. Ketika para sahabat menemui kesulitan makna Al-Qur’an, mereka meminta pendapat Nabi SAW, karena Allah SWT memeberikan kefahaman lebih kedapa Nabi SAW tentang Al-Qur’an.
Sebagai contoh, bahwa dahulu para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur’an menggunakan dasar sabda Nabi SAW, yaitu : dalam firman Allah SWT, QS. Al-Baqarah : 238, yang berbunyi :
حَٰفِظُواْ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلۡوُسۡطَىٰ وَقُومُواْ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ
Artinya : “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu´.”
Abu Sa’id RA, meriwayatkan, dia berkata, “sesungguhnya beberapa orang bertanya kepada Nabi SAW tentang ayat ini.” Maka Nabi SAW bersabda,
"كل حرف من القرأن يذكر فيه القنوت فهو الطاعة"
Artinya : “setiap huruf Al-Qur’an yang menyebutkan “القنوت”, maka itu termasuk “الطاعة”.
3. Dengan Ijtihad Dan Istimbat Para Sahabat.
Ketika para sahabat tidak menemukan penafsiran dalam Al-Qur’an, dalam sunah, maka mereka berijtihad. Sebagai contoh adalah ketika Umar RA akan menghukum Qodamah bin Madz’un. Dimana Al-Jarud melaporkan perbuatan Qodamah kepada Umar RA, bahwa Qodamah telah minum arak dan mabok. Dan Umar RA menanyakan siapa saksinya, dan Al-Jarud menjawab Abu Hurairah sebagai saksinya. Kemudian Umar RA menjatuhi hukuman cambuk, namun Qodamah mengajukan alasan dengan dalil Al-Qur’an, QS. Al-Maidah : 93 yang berbunyi,
لَيۡسَ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ جُنَاحٞ فِيمَا طَعِمُوٓاْ إِذَا مَا ٱتَّقَواْ وَّءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ثُمَّ ٱتَّقَواْ وَّءَامَنُواْ ثُمَّ ٱتَّقَواْ وَّأَحۡسَنُواْۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
Artinya : “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Dan Qodamah beralasan bahwa dia juga termasuk golongan orang beriman, beramal sholeh, bertaqwa, berjihad bersama Rasululloh SAW. Umar RA pun meminta pendapat kepada Ibnu ‘Abbas RA, dan Ibnu Abbas RA menjawab bahwa ayat tersebut adalah udzur bagi orang-orang dahulu, dan menjadi hujjah bagi orang-orang sekarang, karena Allah SWT telah berfirman, dalam QS. Al-Maidah : 90 yang berbunyi,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Dari kisah diatas dapat disimpulkan bahwa Umar RA, masih menggunakan pendapat sahabat lain dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an.
4. Ahli Kitab Yahudi Dan Nasrani
Sesungguhnya Al-Qur’an itu sama dengan Taurat dalam beberapa masalah, lebih khususnya dalam hal kisah para Nabi. Begitu juga dengan injil, ada beberapa hal yang sama seperti kisah kelahiran Nabi Isa AS, dan juga kemukjizatannya. Dalam Al-Qur’an tidak menyebutkan kisah secara keseluruhan, melainkan hanya ringakasannya saja, sebagai ‘ibaroh. Beberapa tokoh yahudi dan nasrani yang pernah dijadikan sumber adalah ‘Abdullah bin Salam, Ka’ab Al-Ahbar.
B. Mufassir Terkenal Pada Masa Sahabat.
Pada masa sahabat terdapat beberapa sahabat yang memang terkenal sebagai mufassir atau ahli tafsir, ada 10 sahabat yang terkenal sebagai mufassir yaitu : 4 Khulafaur Rosyidin, Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari, dan ‘Abdullah bin Zubair RA. Diantara para khalifah, sebagian besar hadist-hadist diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib RA.
Referensi :
- Adz-Dzahabi Husain, Muhammad. Tafsirul Mufassirun. Maktabah Wahibah. Hal. 31
- Al-Haji, Muhammad, Tafsir Qobla ‘Ahdi Tadwin. Daarul Maktabi : Suriah, Damaski. 2007. Hal. 196
- Ushama, thameem. 2000. Metodologi tafsir al-qur’an : kajian kritis, objektif dan komprehensif. Riora Cipta Publication : Jakarta. Hal. 10
Post a Comment for "Apakah Sumber Interpretasi Yang Paling Penting Yang Digunakan Para Sahabat"