Diidek-idek Gegere (Sebuah Kerinduan)
Oleh : @elrosyadi296
Ini cerita pada waktu awal-awal saya masuk pondok, alias baru mondok. Tepatnya dipondok pesantren Al istIstiqo, tanjungsari, petahanan, kebumen. Waktu awal masuk pondok, jumlah santri belum sebanyak seperti sekarang ini (total santri -/+ 1000 santri).
Sebuah kerutinitasan kami sebagai santri adalah mengikuti mujahadah. Mujahadah di pondok saya ini selalu dilakukan setelah ba'da sholat isya. Dipimpin oleh beliau langsung, yaitu K.H Ali Mu'in Amnur, Lc., M.Pd.I
Beliau selalu dan selalu menanamkan akhlak kepada kami dengan slogan sepeti yang termaktub dalam kitab akhlak Lil banin, yaitu : "yang besar menyayangi yang kecil, yang kecil menghormati yang besar"
Kegiatan mujahadah memanglah bukan kegiatan yang asing bagi pondok-pondok pada umumnya. Namun ada kenangan yang menarik, yang sekarang tidak ada.
Kenangan itu berupa suatu kebiasaan dipijat punggungnya dengan kaki (dalam bahasa Jawa, diidek-idek gegere). Jadi, setiap santri selesai ada acara ro'an (kerjabakti) bersama, semisal ngecor, panen, dan lain-lain. Karena dulu jumlah santri belum sebanyak sekarang, maka dipastikan semua santri ikut berpartisipasi. Dan kegiatan ro'an itu bisa memakan waktu seharian. Sehingga menguras tenaga para santri.
Meskipun sudah seharian ro'an, ngaji tetap jalan. Nah, sehabis sholat isya, dilakukan mujahadah seperti biasanya. Akan tetapi, seusai mujahadah, Pak Ali (sapaan kami kepada beliau) tidak langsung pergi. Kami para santri didawuhi (diperintahkan) tidur telungkup (dalam bahasa Jawa : ngagir). Lalu, beliau Pak Ali naik ke punggung kami satu persatu. Hingga punggung kami yang awalnya pegal-pegal, langsung berbunyi "krek", yang artinya pegal-pegalnya terobati.
Akan tetapi seiring banyaknya santri, kegiatan diidek-idek gegere itu telah punah. Karena tidak mungkin Pak Ali akan menaiki punggung ratusan santri dalam semalam, hehe.