Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُÙˆْصُ Ù‚َدْ Ø¥ِÙ†ْتِÙ‡َÙ‰ ÙˆَالْÙˆَÙ‚َائِعُ غَÙŠْرُ Ù…ُتَÙ†َÙ‡ِÙŠَØ© # صَÙ„ِØ­ٌ Ù„َÙƒُÙ„ِّ زَÙ…َان ÙˆَÙ…َÙƒَان

MAKALAH TEORI-TEORI AGAMA


MAKALAH
TEORI-TEORI AGAMA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sosiologi dan Antropologi Agama
Dosen : Muzayyin, M.Hum.








Disusun Oleh :
Muh. Amin (1631034)
PRODI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR IV
FAKULTAS USHULUDIN DAN DAKWAH
IAINU KEBUMEN
2018

PEMBAHASAN
TEORI-TEORI AGAMA
Berbagai macam teori tentang asal mula agama telah dikemukakan oleh sarjana dari berbagai disiplin ilmu, terutama ilmuwan social. Mereka  telah mencoba meneliti asal-usul agama dan menganalisis sejak kapan manusia mengenal agama dan kepercayaan terhadap Tuhan. Dengan metode pendekatan yang berbeda, mereka melakukan penelitian terhadap masyarakat yang paling dasar dan paling rendah peradabannya. Dalam paparan di bawah ini, akan dikemukakan enam teori agama.
1.    Teori Jiwa
 Para ilmuwan penganut teori ini berpendapat, agama yang paling awal bersamaan dengan pertama kali manusia mengetahui bahwa di dunia ini tidak hanya dihuni oleh mahluk materi, tetapi juga oleh mahluk immateri yang disebut jiwa (anima). Pendapat ini dipelopori oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Edward Burnet Tylor (1832- 1917). Dalam bukunya yang terkenal, The Primitif Culture (1872) yang mengenalkan teori animism, ia mengatakan bahwa asal mula agama bersamaan dengan munculnya kesadaraan manusia akan adanya roh atau jiwa. Mereka memahami adanya mimpi dan kematian, yang mengantarkan mereka kepada pengertian bahwa kedua peristiwa itu- mimpi dan kematian merupakan bentuk pemisahan roh dan tubuh kasar.[1]
Apabila orang meninggal dunia, rohnya mampu hidup terus walaupun jasadnya membusuk. Dari sanalah asal mula kepercayaan bahwa roh orang yang telah mati itu kekal abadi. Selanjutnya, roh orang mati itu dipercayai  dapat mengunjungi manusia, dapat menolong manusia, bisa mengganggu kehidupan manusia , dan bisa juga menjaga manusia yang masih hidup, terutama anak cucu, teman, dan keluarga sekampung.[2]
Alam semesta ini dipercayai penuh dengan jiwa- jiwa yang bebas merdeka. E.B. Tylor tidak menyebut soul atau jiwa lagi, tetapi spirit atau makhluk halus. Menurut Beals dan Hoijer, ada perbedaan antara pengertian roh dengan makhluk halus. Roh adalah bagian halus dari setiap makhluk yang mampu hidup terus sesudah jasadnya mati, sedangkan makhluk halus adalah sesuatu yang terjadi dari awalnya seperti itu, contohnya peri, mambang dan dewi- dewi yang dianggap berkuasa.[3]
Tingkat evolusi agama dibagi menjadi tiga:
a.       Tingkat yang paling dasar adalah ketika manusia percaya bahwa mahluk- mahluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia.
b.      Tingkat kedua adalah  manusia percaya bahwa gerak alam ini disebabkan oleh jiwa yang ada di belakang peristiwa dan gejala alam itu.
c.       Tingkat ketiga adalah timbulnya susunan kenegaraan di dalam masyarakat manusia.
2.    Teori Batas Akal
Teori ini menyatakan bahwa permulaan terjadinya agama dikarenakan manusia mengalami gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akalnya. Teori batas akal ini beasal dari pendapat seorang ilmuwan besar dari Inggris, James G. Frazer. Menurut Frazer,  manusia biasa memecahkan berbagai persoalan hidupnya dengan akal dan system pengetahuannya. Tetapi akal dan system pengetahuan itu ada batasnya, dan batas akal itu meluas sejalan dengan meluasnya perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas akal itu.[4]
Dalam banyak kebudayaan di dunia ini, sebagian batas akal manusia itu masih amat sempit karena tingkat kebudayaanya masih sederhana. Oleh karena itu, berbagai persoalan hidup banyak yang tidak dapat dipecahkan dengan akal mereka. Maka mereka memecahkan melalui magic atau ilmu gaib.
Menurut James G. Frazer, magic adalah segala perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud tertentu melalui berbagai kekuatan yang ada di alam semesta serta keseluruhan kompleksitas anggapan yang ada di belakangnya.
Pada mulanya, manusia hanya menggunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal- soal hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Lambat laun terbukti banyak perbuatan magisnya itu tidak ada hasilnya. Oleh karena itu, ia mulai percaya bahwa alam ini didiami oleh makhluk- makhluk halus yang lebih berkuasa daripada manusia. Maka mereka mulai mencari hubungan yang baik dengan makhluk- makhluk halus yang mendiami ala mini. Dengan demikian, hubungan baik ini menyebabkan manusia mulai mempercayakan nasibnya kepada kekuatan yang dianggap lebih dari dirinya. Dari sinilah mulai timbul religi.
Menurut Frazer, ada perbedaan antara magic dan religi. Magic adalah segala system perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan menggunakan kekuatan dan hokum- hokum gaib yang ada di alam. Sedangkan agama (religion) adalah segala system kepercayaan dan system perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan Tuhan, makhluk halus, roh, atau dewa- dewi yang dianggap menguasai alam. Berbagai macam ritus merupakan cara manusia agar Tuhan berkenan menolongnya dari segala permasalah hidup.
R. First dalam bukunya, Human Types, mengemukakan perbedaan magic dan religion. Menurutnya, magic adalah serangkaian perbuatan manusia untuk mengontrol alam semesta, sedangkan religion adalah respons manusia terhadap kebutuhan akan konsepsi yang tersusun mengenai alam semesta dan sebagai mekanisme dalam rangka mengatasi kegagalan yang timbul akibat ketidakmampuan manusia untuk meramalkan dan memahami kejadian alam, atau peristiwa yang tidak diketahui dengan tepat.[5]
3. Teori Krisis Dalam Hidup Individu
            Teori ini mengatakan bahwa kelakuan keagamaan manusia itu mula muncul untuk menghadapi krisis- krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri. Selanjutnya teori ini disebut “Masa Krisis dalam Hidup Individu”. Teori ini berasal dari M. Crawley, dalam bukunya The True of Life (1905), yang kemudian diuraikan secara luas dan terperinci oleh A. Van Gennep dalam bukunya Rites de Passage (1910).
            Menurut kedua sarjana tersebut, dalam jangka waktu sejarah hidupnya, manusia mengalami banyak krisis yang terjadi dalam masa- masa tertentu. Krisis tersebut menjadi objek perhatian manusia dan sangat menakutkan. Betapapun bahagianya seseorang, ia harus ingat akan kemungkinan- kemungkinan timbulnya krisis dala hidupnya. Berbagai krisis tersebut terutama berupa bencana, seperti sakit dam maut, sangat sulit dihindarinya walaupun dihadapi dengan kekuasaan dan kekayaan harta benda.
4.    Teori Kekuatan Luar Biasa
Teori ini mengatakan bahwa agama dan sikap religious manusia terjadi karena adanya kejadian luar biasa yang menimpa manusia yang terdapat di lingkungan alam sekelilingya. Pendapat itu disebut “Teori Kekuatan Luar Biasa”, suatu teori yang diperkenalkan oleh seorang ahli antropologi Inggris yang bernama R.R. Marett, dalam bukunya The Threshold of Relegion.[6]
Antropolog itu menguraikan teorinya diawali dengan satu sanggahan terhadap pendapat Edward B.Tylor yang menyatakan bahwa timbulnya agama itu karena adanya kesadaran manusia terhadap jiwa. Menurut Marett, kesadaran seperti itu terlalu rumit dan terlalu kompleks bagi ukuran pikiran manusia yang baru saja ada pada kehidupan di muka bumi ini. Alam tempat gejala- gejala  dan peristiwa – peristiwa  itu berasal yang dianggap memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan yang telah dikenal manusia di alam sekelilingnya disebut super natural (kekuatan luar biasa sakti). Kepercayaan kepada suatu kekuatan sakti yang ada dalam gejala- gejala, hal- hal, dan peristiwa yang luar biasa itu dianggap oleh Marett sebagai suatu kepercayaan yang ada pada manusia sebelum mereka percaya kepada makhluk halus dan roh. Dengan perkataan lain sebelum adanya kepercayaan animisme, manusia mempunyai kepercayaan preanimisme. Marett menyatakan bahwa preanimisme lebih dikenal dengan sebutan dinamisme.
5.    Teori Sentimen Kemasyarakatan
Teori ini menyatakan bahwa agama yang permulaan itu muncul karena adanya suatu getaran, suatu emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai sesame warga masyarakat. Teori yang disebut “Teori Sentimen Kemasyarakatan” ini berasal dari pendapat seorang ilmuwan Perancis, Emile Durkheim, yang diuraikan dalam bukunya, Les Formes Elementaires de Lavia Relegieuse, diterjemahkan ke bahasa Inggris: The Elementary Forms of The Relegious Life (1965). Dalam bukunya itu, Durkheim mengemukakan teori baru tentang dasar- dasar agama yang sama sekali berbeda dengan teori-teori yang pernah dikembangkan oleh para ilmuwan sebelumnya.
Teori itu berpusat pada pengertian dasar berikut:
a.       Bahwa untuk pertama kalinya, aktivitas religi yang ada pada manusia bukan karena pada alam pikirannya terdapat bayangan-bayangan abstrak tentang jiwa atau roh, suatu kekuatan yang yang menyababkan hidup dan gerak di dalam alam, tetapi karena suatu getaran jiwa, atau emosi keagamaan, yang timbul dalam alam jiwa manusia dahulu, karena pengaruh suatu sentiment kemasyarakatan.
b.      Bahwa sentiment kemasyarakatan dalam batin manusia dahulu berupa suatu kompleksitas perasaan yang mengandung rasa terikat, bakti, cinta, dan perasaan lainnya terhadap masyarakat di mana ia hidup.
c.       Bahwa teori keagamaan yang timbul karena sentiment kemasyarakatan membutuhkan suatu objek tujuan.
d.      Objek keramat sebenarnya merupakan suatu lambang masyarakat. Pada suku-suku bangsa Australia misalnya objek keramat dan pusat tujuan dari sentiment kemasyarakatan, sering berupa binatang dan tumbuh-tumbuhan.
6.    Teori Wahyu Tuhan
Teori ini menyatakan bahwa kelakuan religious manusia terjadi karena mendapat wahyu dari Tuhan. Teori ini disebut teori wahyu Tuhan, atau teori revelasi. Pada mulanya, teori ini berasal dari seorang antropolog dan ilmuwan Inggris bernama Andrew Lang.
Lang menyimpulkan bahwa kepercayaan kepada dewa tertinggi merupakan suatu kepercayaan yang sudah tua, dan mungkin merupakan bentuk religi manusia yang tertua. Pendirian seperti itu ia kemukakan dalam karyanya, misalnya dalam The Making  of Religion (1888).
Pendapat Andrew Lang kemudian dilanjutkan oleh W Schmidt, seorang tokoh besar antropologi dari Austria dan menurut pendeta Katolik ini, mudah dimengerti kalau ada kepercayaan kepada dewa-dewa tertinggi dalam jiwa bangsa-bangsa yang amat rendah tingkat kebudayaannya.
Dalam hubungan itu, ia percaya bahwa agama berasal dari wahyu Tuhan yang diturunkan kepada manusia pada masa permulaan ia muncul di muka bumi. Oleh karena itulah, adanya suatu kepercayaan kepada dewa pencipta, yang justru berkembang pada bangsa-bangsa yang paling rendah tingkat kebudayaannya, diperkuat oleh anggapan mengenai adanya ‘wahyu Tuhan asli’ atau uroffen barung itu.

                  















DAFTAR PUSTAKA
Kahmadi, Dadang. 2009. Sosiologi Agama: Bandung, PT Remaja Rosdakarya


[1] . Dadang kahmadi, Sosiologi  Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 24
[2] . Ibid, hlm. 24
[3] . Op. Cit, hlm. 25
[4] . Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 26
[5] . Op. Cit, hlm. 27
[6] .  Op. Cit, hlm. 28

Post a Comment for "MAKALAH TEORI-TEORI AGAMA"