MAKALAH SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI AGAMA MANUSIA DAN AGAMA
MAKALAH SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI AGAMA
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas individu pada
semester IV
Dosen Pembimbing : Muzayyin, M.Hum
Disusun Oleh : Luthfi
Rosyadi
NIM : 1631037
ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR / IV
FAKULTAS USHULUDDIN, DAKWAH, DAN
SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
KEBUMEN
2018/2019
KATA PENGANTAR
بِسْمِ الله ِ الرَّحْمٰنِ
الرَّحِيْمِ
Assalamu’ailikum, warahmatullahi
wabarakatuh.
Segala
puji syukur kehadirat Allah SWT, rabbul ‘alamin. Dzat yang memiliki
sifat dzal jalali wal ikram, yang mana telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini.
Shalawat
serta salam, semoga selalu tercurahkan kepada sang pembawa kedamaian, pembebas
perbudakan, beliau Baginda Agung Nabi Muhammad SAW. Semoga kita bisa berkumpul
dengan Beliau di yaumul akhir, amin
Penulis
ucapkan terimakasih, kepada Bapak Muzayyin, M.Hum, khususnya
yang telah membimbing dalam pembuatan makalah, dan kepada semua teman-teman saya
pada umumnya, yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini. Jaza kumulloh khoiro jaza.
Di
penghujung kata pengatar ini, penulis mengharapkan kepada para pembaca
sekalian, agar memberikan kritik dan saran yang mampu meningkatkan kualitas
makalah-makalah yang akan tercetak pada waktu yang akan datang.
Sekian,
Assalamu’ailikum, warahmatullahi
wabarakatuh.
Kebumen,
08 Juni
2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. 2
DAFTAR ISI. 3
BAB I PENDAHULUAN.. 4
A. Latar Belakang. 4
B. RUMUSAN MASALAH.. 4
C. TUJUAN MAKALAH.. 4
BAB II PEMBAHASAN.. 5
A. MANUSIA.. 5
1. Pengertian Manusia dalam Alqur’an. 5
B. HAKEKAT MANUSIA.. 8
C. AGAMA.. 11
1. Pengertian Agama. 11
2. Syarat-Syarat Agama. 12
3. Unsur-Unsur Agama. 12
4. Fungsi Agama. 13
5. Karateristik Agama. 13
D. HUBUNGAN AGAMA DENGAN MANUSIA DALAM KEHIDUPAN.. 14
BAB II. 16
KESIMPULAN.. 16
A. Kesimpulan. 16
B. Penutup. 16
DAFTAR PUSTAKA.. 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia
adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk
(fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait
dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum,
seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena
tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang
bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri,
minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu
itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka
potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak
usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri
seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang
bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan maslah dalam makalah ini, yaitu
:
1. Apakah pengertian dari manusia dan hakekat manusia?
2. Apakah pengertian dari agama dan karateristik agama ?
3.
Bagaimanakah hubungan agama
dengan manusia dalam kehidupan ?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Mengetahui pengertian dari manusia dan
hakekatnya.
2. Mengetahui perngertian agama dan
karakteristiknya.
3. Mengatahui hubungan antara agama dan manusia
dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MANUSIA
Quraish
Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa banyak
kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena
keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri.
Istilah
kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia
menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan an-nas.
Kata
basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada
pengertian manusia sebagai makhluk biologis tegasnya memberi pengertian kepada
sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain. Seperti yang tercantum dalam QS Ali ‘Imran [3] : 47 :
قَالَتۡ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِي وَلَدٞ
وَلَمۡ يَمۡسَسۡنِي بَشَرٞۖ ...
Artinya : “Maryam berkata:
"Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah
disentuh oleh seorang laki-lakipun" ...”
Kata
al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama, al-insan dihubungkan
dengan khalifah sebagai penanggung amanah, seperti tertera dalam QS
Al-Ahzab [33] : 72 :
إِنَّا عَرَضۡنَا ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَيۡنَ أَن يَحۡمِلۡنَهَا
وَأَشۡفَقۡنَ مِنۡهَا وَحَمَلَهَا ٱلۡإِنسَٰنُۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومٗا جَهُولٗا )٧٢(
Artinya : “Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh”
Kedua, al-insan dihubungankan dengan
predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir,
sepertiyang tercantum dalam QS Al-Ma’arij [70] : 19-21 :
۞إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا )١٩( إِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ جَزُوعٗا )٢٠(
Artinya : “Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila
ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah”
dan ketiga, al-insan dihubungkan dengan
proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri, seperti yang
tercantum dalam QS. Al-Hijr [15] : 28-29 :
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي
خَٰلِقُۢ بَشَرٗا مِّن صَلۡصَٰلٖ مِّنۡ حَمَإٖ مَّسۡنُونٖ )٢٨( فَإِذَا سَوَّيۡتُهُۥ وَنَفَخۡتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُواْ
لَهُۥ سَٰجِدِينَ )٢٩(
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila
Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”
Semua
konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan
spiritual.
Kata
an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia
sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku
beriman padahal sebenarnya tidak, seperti yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah [2] : 8 :[1]
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ
وَبِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِينَ )٨(
Artinya : “Di antara manusia ada yang
mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal
mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman”
Dari
uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat disimpulkan
bahwa manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan
sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya
secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).[2]
2. Tujuan Penciptaan
Manusia
Kata
“Abdi” berasal dari kata bahasa Arab yang artinya memperhambakan diri,
ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah agar ia
beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian
ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat,
shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh
kata memperhambakan dirinya sebagai hamba
Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan
menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.[3]
3.
Fungsi dan
Kedudukan Manusia
Sebagai
orang
yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang keluar dari mulut tentunya
dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-Qur’an sebagai satu
kitab yang abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia itu agar ia
menjadi khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan ini sudah tampak
jelas pada diri Adam (QS Al-An’am [6]:165 dan QS Al-Baqarah [2]:30) di sisi
Allah menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi, semula itu untuk
kepentingan manusia (ia menciptakan untukmu seluruh apa yang ada dibumi ini. QS
Al-Baqarah [2]:29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan dan tugas utama
umat manusia sebagai makhluk Allah, ia harus selalu menghambakan dirinyakepada
Allah SWT.
Untuk
mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam ini lebih rendah
martabatnya daripada manusia. Oleh
karena itu, manusia diarahkan Tuhan agar tidak tunduk kepada alam, gejala alam
(QS Al-Jatsiah [45]:13) melainkan hanya tunduk kepada-Nya saja sebagai hamba
Allah (QS Al-Dzarait [51]:56). Manusia harus menaklukanya, dengan kata lain
manusia harus membebaskan dirinya dari mensakralkan atau menuhankan alam.
Jadi
dari uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara singkat bahwa
manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki
dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS Al-Dzarait
[51]:56) dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah (QS Al-Baqarah [2]:30);
al-An’am [6]:165), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan
kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh
kepada sunnatullah.
B.
HAKEKAT
MANUSIA
Hakekat
manusia adalah sebagai berikut :
1.
Makhluk yang
memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
2.
Individu yang
memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual
dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur
dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.
3.
Makhluk yang
dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai
(tuntas) selama hidupnya.
4.
Individu yang
dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya
sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
5.
Suatu
keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan
potensi yang tak terbatas
6.
Makhluk Tuhan
yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
7.
Individu yang
sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak
bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam
lingkungan sosial.
8.
Makhluk yang
berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban, mencari
jwaban berarti mencari kebenaran.[4]
a. Hakikat Manusia Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an
memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai
manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai
cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan,
mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari surga, tidak bisa dijadikan
argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran
justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan
menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski
dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan
kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai
makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik.
Karena
itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan
indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian
semulia itu . Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik
benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses
pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan
yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup
manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu
sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu
menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia
berkualitas mutaqqin di atas.
Gambaran
Al-Qur’an
tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada teori superego
yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang
pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas
jiwa manusia.
Menurut
Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga
pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran
dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui
superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah)
berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego
pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink,
intuisi, dan intelegensi –ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama–
bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran
pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak
terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat
manusia itu sendiri.
b. Hakekat Manusia (Menurut - Mohammad Sholihuddin, M.HI)
Manusia
terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat kimia, dan unsur biologis yang
semuanya itu terdiri dari zat dan materi Secara Spiritual manusia adalah roh
atau jiwa. Secara Dualisme manusia terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani
dann ruhani (Jasad dan roh). Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah
kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, di darat, laut maupun
udara. Dan jika dari Ruhani, manusia mempunyai akal dan hati untuk berfikir (kognitif),
rasa (affektif),
dan perilaku (psikomotorik). Manusia diciptakan dengan untuk mempunyai
kecerdasan.[5]
C. AGAMA
1.
Pengertian
Agama
Kata
agama dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan “din” dalam bahasa Arab
dan Semit, atau dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa
(etimologi) agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi,
tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Sedangkan kata “din” menyandang
arti antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan.
Secara
istilah (terminologi) agama, seperti ditulisoleh Anshari bahwa walaupun agama,
din, religion, masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri,
mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis
terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu :
a.
Agama, din,
religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas
adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia;
b.
Agama juga
adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Maha
Mutlak tersebut.
c.
Di samping
merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama juga adalah satu
sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan manusia
sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan
dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas.
Menurut
Durkheim, agama adalah sistem kepercayaan dan praktik yang dipersatukan yang
berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Bagi Spencer, agama adalah kepercayaan
terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa agama
adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan
pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia
terhadap kekuatan gaib yang hebat.[6]
Dengan
demikian, mengikuti pendapat Smith, tidak berlebihan jika kita katakan bahwa
hingga saaat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat ditarima secara
universal.
2.
Syarat-Syarat
Agama
Adapun, sesuatu dapat dikatakan agama, jika :
1.
Percaya dengan
adanya Tuhan
2.
Mempunyai kitab
suci sebagai pandangan hidup umat-umatnya
3.
Mempunyai
tempat suci
4.
Mempunyai Nabi
atau orang suci sebagai panutan
5.
Mempunyai hari
raya keagamaan
3.
Unsur-Unsur
Agama
Menurut
Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok :
1.
Kepercayaan
agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi
2.
Simbol agama,
yakni identitas agama yang dianut umatnya.
3.
Praktik
keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan
hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agam.
4.
Pengalaman
keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh
penganut-penganut secara pribadi.
5.
Umat beragama,
yakni penganut masing-masing agama
4.
Fungsi Agama
1.
Sumber pedoman
hidup bagi individu maupun kelompok
2.
Mengatur tata
cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
3.
Merupakan
tuntutan tentang prinsip benar atau salah
4.
Pedoman
mengungkapkan rasa kebersamaan
5.
Pedoman
perasaan keyakinan
6.
Pedoman
keberadaan
7.
Pengungkapan
estetika (keindahan)
8.
Pedoman
rekreasi dan hiburan
9. Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.
5.
Karateristik
Agama
Karakteristik
agama dalam kehidupan manusia seperti halnya bangunan yang sempurna. Seperti
dalam salah satu sabda nabi Muhammmad,bahwa beliau adalah penyempurna bangunan
agama tauhid yang telah dibawa oleh para nabi dan rosul sebelum kedatangan
beliau.
Layaknya
sebuah bangunan agamapun harus memiliki rangka yang kokoh, tegas, dan jelas.
Rangka yang baik adalah rangka yang menguatkan bangunan yang akan dibangun
diatasnya. Memiliki ukuran yang simetris satu sama lainnya. Komposisi bahan
yang tepat karena berperan sebagai penopang. Oleh sebab itu, kerangka harus
memiliki luas yang cukup atau memiliki perbandingan yang sesuai dengan
bangunannnya. Itulah sebaik-baiknya agama dengan demikian agama pada dasarnya
berperan sebagai pedoman kehidupan manusia, untuk menjalani kehidupannya
dibumi. Manusia akan kehilangan pedoman atau pegangan dalam menjalani kehidupan
di dunia bila tidak berpedoman pada agama. Dewasa ini agama mengalami beralih
dan berpedoman kepada akal logikanya. Padahal akal dan logika manusia memiliki
keterbatasan yaitu keterbatasan melihat masa depan. Sedangkan agama telah
disusun sedemikian rupa oleh sang pencipta agar menjadi pedoman sepanjang hayat
manusia. Akibat dari skularisme ini mnimbulkan gaya hidup baru bagi kaum muslim
yakni gaya hidup hedomisme dan pragmatis.
Adapun
karakteristik agama pada umumnya adalah sebagai berikut:
1.
Agama adalah
suatu sistem tauhid atau sistem ketuhanan (keyakinan)
terhadap eksistensi suatu yang absolute (mutlak),
diluar diri manusia yang merupakan pangkal pertama dari segala sesuatu termasuk
dunia dengan segala isinya.
2.
Agama merupakan
sistem ritual atau peribadatan (penyembahan) dari manusia kepada suatu yang absolut.
3.
Agama adalah
suatu sistem nilai atau norma (kaidah) yang menjadi pola hubungan manusiawi
antara sesama manusia dan pola hubungan dengan ciptaan lainnya dari yang
absolut.
D.
HUBUNGAN AGAMA DENGAN
MANUSIA DALAM KEHIDUPAN
Agama
dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan dan
sistem budaya umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya, agama dan kehidupan
beragama tersebut telah menggejala dalam kehidupan, bahkan memberikan corak dan
bentuk dari semua perilaku budayanya. Agama dan perilaku keagamaan tumbuh dan
berkembang dari adanya rasa ketergantungan manusia terhadap kekuatan goib yang
mereka rasakan sebagai sumber kehidupan mereka. Mereka harus berkomunikasi
untuk memohon bantuan dan pertolongan kepada kekuatan gaib tersebut, agar
mendapatkan kehidupan yang aman, selamat dan sejahtera.
Tetapi
“apa” dan “siapa” kekuatan gaib yang mereka rasakan sebagai
sumber kehidupan tersebut, dan bagaimana cara berkomunikasi dan memohon
peeerlindungan dan bantuan tersebut, mereka tidak tahu. Mereka hanya merasakan
adanya da kebutuhan akan bantuan dan perlindunganya. Itulah awal rasa agama, yang
merupakan desakan dari dalam diri mereka, yang mendorong timbulnya perilaku
keagamaan. Dengan demikian rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan
kehidupan beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan
istilah lain merupakan “fitrah” manusia.[8]
BAB II
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian makalah diatas, penulis
mennyimpulkan, bahwa manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan
sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah
dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah), mengantur alam dan mengelolanya
untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat
dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama)
merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan
“fitrah” manusia.
B. Penutup
Demikian makalah yang dapat kami paparkan tentang agama dan manusia, semoga bermanfa’at bagi pembaca pada umumnya dan
pada kami pada khususnya. Dan tentunya makalah
ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang
bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
(n.d.). Retrieved from
http://almanhaj.or.id/content/3191/slash/0/karakteristik-agama-islam/Muhaiman
dkk
2.
Ahmad, S. D. (2011). Pengantar Studi Islam. Jakarta: Rajawali
Perss.
3.
Miftah, F. A. (2001). Pengantar Studi Islam. Semarang: Gunung
Jati.
4.
Muhaiman. (1994). Dimensi-Dimensi Studi Islam,. Surabaya: Karya
Abditama.
5.
Prof. Dr. H. M. Syukur Amin, M. (2010). Pengantar Studi Islam.
Semarang: Pustaka Nuun.
[7] Prof. Dr. H.
M. Amin Syukur, MA, Pengantar Studi Islam, (Semarang : Pustaka
Nuun), 2010, hlm. 26-29
Post a Comment for "MAKALAH SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI AGAMA MANUSIA DAN AGAMA"