MAKALAH TAFSIR SOSIAL DAN TEKNOLOGI PENCIPTAAN LANGIT DAN BUMI
MAKALAH
TAFSIR
SOSIAL DAN TEKNOLOGI
PENCIPTAAN
LANGIT DAN BUMI
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah ilmu tafsir (Sosial dan Teknologi )
pada
semester V
Dosen
pengampu : Ali mahfudz .M.Si
Disusun
oleh :
IDHOH
MUNTAFINGATUR ROFIQOH
Nim
: 1631043
PRODI
ILMU QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSITUT
AGAMA ISLAM NAHDLOTUL ULAMA
KEBUMEN
TAHUN
AKADEMI 2018/2019
KATA
PENGANTAR
Al-Hamdulillah
kita haturkan kepada Allah Subhanahuwata’ala yang senantiasa melimpahkan
nikmat, taufiq, dan hidayahNYA, Kepada kita berupa kesehatan jasmani dan
rohani, iman dan islam. Sholawat serta salam semoga terus tercurahkan
kepada Nabi Agung Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa Sallam. Semoga atas bacaan sholawat kita mendapatkan Asy-Syafa’atu
al-‘udlma dihari kebangkitan, Dimana orang-orang tidak ada yang duduk manis
(hari kiamat).
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang ilmu alam semesta, yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi,
dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik
itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Tidak lupa Penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada Bapak Ali Mahfudz selaku Dosen pembimbing mata kuliah
ilmu tafsir yang senantiasa sabar dan tulus membimbing Mahasiswa terutama kelas
Ushuluddin dan Dakwah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu mohon bantuan saran dan kritik
dari para pembaca apabila dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangandan kesalahan dalam penulisan makalah.
Wassalamu‘alaikum
warohmatullahi wabarokatuh
Kebumen,
1Desember 2018
PENULIS
BAB
1
PENDAHULUAN
- Latar
belakang
Al-Qur’an
adalah wahyu Tuhan dengan kebenaran mutlak yang menjadi sumber ajaran Islam.
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Islam yang memberi petunjuk kepada jalan
yang benar. Ia berfungsi untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi
manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Ia juga menjadi tempat pengaduan
dan pencurahan hati bagi yang membacanya. Al-Qur’an bagaikan samudra yang tidak
pernah kering airnya, gelombangnya tidak pernah reda, kekayaan dan khazanah
yang dikandungnya tidak pernah habis, dapat dilayari dan salami dengan berbagai
cara, dan memberikan manfaat dan dampak luar biasa bagi kehidupan manusia.
Dalam kedudukannya sebagai kitab
suci dan mukjizat bagi kaum muslimin, Al-Qur’an merupakan sumber keamanan,
motivasi, dan inspirasi, sumber dari segala sumber hukum yang tidak pernah
kering bagi yang mengimaninya. Di dalamnya terdapat dokumen historis yang
merekam kondisi sosio ekonomis, religious, ideologis, politis, dan budaya dari
peradaban umat manusia sampai abad ke VII masehi. Jika demikian itu halnya,
maka pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an melalui penafsiran-penafsiran,
memiliki peranan sangat besar bagi maju-mundurnya umat, menjamin istilah kunci
untuk membuka gudang simsimpani yang tertimbun dalam Al-Qur’an.
Allah
menurunkan Kitab Suci Al Qur’an bagi manusia. Al Qur’an memberikan informasi
paling akurat tentang segala hal. Karena setiap yang tercantum di dalam Al Qur’an
merupakan Firman Allah Yang Maha Agung dan Maha Perkasa. Namun, ketika Al
Qur’an diturunkan, ilmu pengetahuan dan teknologi masih belum secanggih
sekarang. Bahkan, hingga saat ini, tak seorang pun mampu membuat penelitian
mengenai semua hal-hal yang tercantum dalam Alqur’an. Meskipun demikian, saat
ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah sangat maju. Pertumbuhan Ilmu
Pengetahuan seluruhnya sesuai dengan yang tercantum dalam Alqur’an. Alqur’an
mengabarkan pada kita bahwa langit dan bumi –alam semesta- dahulu merupakan
satu kesatuan, tapi kemudian Allah memisahkannya. Dalam Alqur’an, fakta ilmiah
ini digambarkan pada Surat Al Anbiya’ : 30.
Sebagai
pedoman hidup untuk segala zaman, dan dalm berbagai aspek kehidupan
manusia,
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang terbuka (open ended) untuk dipahami,
ditafsirkan dan dita’wilkan dalam perspektif metode tafsir maupun perspektif
dimensi-dimensi kehidupan manusia.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar elakang di atas dapat
disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut
1.
Bagaimana
surat Al Anbiya ayat 30 itu ?
2.
Bagaimana
makna perkata dari surat Al Anbiya ayat 30 ?
3.
Bagaimana
tafsir dari surat Al Anbiya ayat 30 ?
C.
Tujuan Masalah
1.
untuk
mengetahui surat Al Anbiya ayat 30.
2.
Untuk
mengetahui makna perkata surah Al Anbiya ayat 30
3.
Untuk
mengetahui tafsir dan penjelasan surat Al Anbiya ayat 30
QS
AL ANBIYA AYAT 30
أَوَلَمْ
يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ
الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian
kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Makna Perkata
أَوَلَمْ : ataukah tidak كَانَتَا : adalah keduanya حَيٍ : yang hidup
يَر
: Melihat رَتْقًا: berpadu أَفَلَا : apakah maka tidak
الَّذِينَ:orang
orang yang فَفَتَقْنَاهُمَا: lalu
kami pisah يُؤْمِنُونَ : mereka
beriman
كَفَرُوا:kafir/ingkar :وَجَعَلْنَا : dan
kami jadikan
أَنَّ : bahwasannya مِنَ : dari
السَّمَاوَاتِ : langit
الْمَاءِ : air
وَالْأَرْضَ : dan bumi كُلَّ : tiap
tiap
شَيْءٍ :
sesuatu
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Tafsir
dan penjelasan surat Al A`raf ayat 30
أَوَلَمْ
يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian
kami pisahkan antara keduanya.” (Surat
al-Anbiya’: 30
Mufrodat penting
Kata كَفَرُوٓا۟ adalah jama’ dari akar kata (ر
ف ك
) yang berarti menutup, melepas diri, menghapus, menyembunyikan dan lain-lain.
Maksud dari kata ini adalah menutup diri dari kenyataan bahwa Allah Swt.,
adalah sumber kehidupan karena Dia (tanpa campur tangan mahluk) adalah
pencipta, pembina dan pengatur alam semesta dengan kebenaran mutlak (haq). Kata
kafara juga dapat disandangkan kepada mereka yang tidak bersyukur dan mereka
yang kikir yakni enggan membagikan rizki yang telah diterima kepada orang
lain...[1]
Apakah mereka buta, tidak melihat bahwa langit beserta segala isinya dan bumi beserta segala isinya semula bersatu, tidak retak, kemudian Kami pisah-pisahkan serta Kami jadikan masing-masing di suatu arah, lalu masing-masing menunaikan tugasnya.
Apakah mereka buta, tidak melihat bahwa langit beserta segala isinya dan bumi beserta segala isinya semula bersatu, tidak retak, kemudian Kami pisah-pisahkan serta Kami jadikan masing-masing di suatu arah, lalu masing-masing menunaikan tugasnya.
Kata ratqan dari
segi bahasa berarti terpadu, sedangkan kata fataqnahuma yang
berarti terbelah / terpisah. Berbeda-beda pendapat ulama tentang
kata-kata tersebut. Ada yang memahaminya dalam arti langit dan bumi tadinya
merupakan satu gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumi pun tidak
ditumbuhi perpohonan, kemudian Allah membelah langit dan bumi
dengan jaln menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di
bumi. Ada lagi yang berpendapat bahwa bumi dan langit tadinya merupakan sesuatu
yang utuh tidak terpisah, kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke
atas dan membiarkan bumi tetap di tempatnya berada di bawah lalu memisahkan keduanya dengan udara[2]
Tafsir Al-Maraghi
Secara
umum ayat ini membahas tentang keesaan Allah yang terdapat pada penciptaan
langit dan bumi. Allah mencela orang-orang
musyrik yang menyembah tuhan-tuhan selain-Nya karena tidak memikirkan
tanda-tanda keesaan-Nya yang dipancangkan di dalam alam. Kemudian, Allah
mengarahkan perhatian mereka, bahwa mereka tidah patut menyembah berhala dan
patung, karena Tuhan yang Kuasa atas seluruh makhluk ini Dialah yang berhak
disembah, bukan batu atau pohon yang tidak dapat mengelakkan kemudharatan, tidak
pula kuasa mendatangkan manfaat.
Sesuai dengan ayat pertama yang
artinya “Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa dahulu langit
dan bumi itu berpadu dan saling berhubungan, kemudian Kami memisahkan keduanya
dan menghilangkan kesatuannya”. Ahli astonomi dewasa ini juga
mengatakan hal yang sama. Mereka menetapkan bahwa matahari adalah bola api yang
berotasi (berputar pada sumbunya) selama jutaan tahun. Ditengah-tengah
perjalanannya yang cepat, planet kita (bumi) dan planet-planet lain dari garis khatulistiwa
matahari terpisah daripadanya dan menjauh. Hingga kini bumi kita tetap berotasi
dan berevolusi menurut sistem tertentu, sesuai dengan hukum daya tarik.
Prof. Abbul Hamid, wakil peneropong
bintang Kerajaan Mesir (dahulu), mengatakan: Teori modern mengenai lahirnya
bumi dan planet-planet (bintang-bintang beredar) lainnya dari matahari, bermula
dari dekatnya sebuah bintang besar kepada matahari pada masa yang silam. Lalu,
dari permukaannya tertarik timbunan kabut yang tidak lama kemudian terpisah dari
matahari dalam bentuk anak panah yang kedua tepinya berhias dan tengahnya
dalam. Kemudian timbunan kabut ini menebal di angkasa yang dingin hingga
menjadi timbunan-timbunan terpisah, yang kemudian menjadi bumi kita dan
planet-planet lainnya.[3]
Tafsir
Ibnu Katsir
Allah Ta’ala berfirman mengingatkan
tentang kekuasaan-Nya yang sempurna dan kerajaan-Nya yang agung. “Dan
apakah orang-orang yang kafir itu tidak mengetahui”, yaitu orang-orang
yang mengingkari kekuasaan Allah. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah
adalah Rabb Yang Maha Esa dalam penciptaan lagi bebas dalam penataan, maka
bagaimana mungkin Dia layak disekutukan bersama yang lain-Nya? Apakah mereka
tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulunya adalah bersatu? Lalu
berpecah-belah, maka langit menjadi tujuh dan bumi menjadi tujuh serta antara
langit dan bumi dipisahkan oleh udara, hingga hujan turun dari langit dan tanah
pun menumbuhkan tanam-tanaman.[4]
Tafsir
Al-Mishbah
Berbeda-beda pendapat ulama tentang
firman-Nya ini. Ada yang memahaminya dalam arti langit dan bumi tadinya
merupakan gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumipun tidak ditumbuhi
pepohonan, kemudian Allah membelah langit dan bumi dengan
jalan menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di bumi. Ada
lagi yang berpendapat bahwa bumi dan langit tadinya merupakan sesuatu yang utuh
tidak terpisah, kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke atas dan
membiarkan bumi tetap ditempatnya berada dibawah lalu memisahkan keduanya
dengan udara.
Ayat ini dipahami oleh sementara
ilmuan sebagai salah satu mukjizat Al-qur’an yang mengungkap peristiwa
penciptaan planet-planet. Banyak teori ilmiah yang dikemukakan oleh para
pakar dengan bukti-bukti yang cukup kuat, yang menyatakan bahwa langit
dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan atau yang diistilahan oleh ayat ini
dengan ratqan. Lalu gumpalan itu berpisah sehingga terjadilah
pemisahan antar bumi dan langit. [5]
Tafsir
Jalalain
Menurut Tafsir Jalalain, apakah
orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah sesuatu yang padu. Kemudian Allah telah menjadikan langit tujuh
lapis dan bumi tujuh lapis pula. Kemudian langit itu dibuka sehingga dapat
menurunkan hujan yang sebelumnya tidak dapat menurunkan hujan. Kami buka pula bumi
itu sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, yang sebelumnya tidak dapat
menumbuhkannya.[6]
وَجَعَلْنَا
مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
“Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”
Allah
telah menjadikan segala yang hidup dari air, baik pohon kayu maupun binatang.
Tidak ada benda hidup yang tidak membutuhkan air, bahkan air lah yang menjadi
asalnya. Hewan berasal dari nuthfah, sedangkan nuthfah itu adalah air.
Tumbuh-tumbuhan juga tidak bisa hidup tanpa air.
Sebagian
ulama pada masa sekarang ini berpendapat bahwa segala binatang pada mulanya
dijadikan di laut. Baik burung maupun ternak darat adalah berasal dari laut.
Airlah unsur yang penting bagi kehidupan sesuatu yang hidup. Hewan bisa hidup
sampai 70 hari tanpa mengenyam makanan, jika masih meminum air.[7]
Tafsir
al maraghi
“dan dari air kami jadikan segala
sesuatu yang hidup” demikian pula dengan
air itu, Dia menghidupkan dan menumbuhkan setiap tumbuhan. Qatadah mengatakan:
“Kami menciptakan setiap yang tumbuh dari air”. Maka setiap yang tumbuh itu
ialah hewan dan tumbuhan. Sebagian kaum cendekia dewasa kini berpendapat bahwa
setiap hewan pada mulanya diciptakan di laut. Maka seluruh jenis burung,
binatang melata dan binatang darat itu berasal dari laut. Kemudian setelah
melalui masa yang sangat panjang, hewan-hewan itu mempunyai karakter sebagai
hewan darat, dan menjadi berjenis-jenis. Untuk membuktikan hal itu, mereka
mempunyai banyak bukti.[8]
Tafsir
ibnu katsir
Untuk itu Dia berfirman: “Dan
dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada
juga beriman?” yaitu, mereka menyaksikan berbagai makhluk, satu
kejadian demi kejadian secara nyata. Semua itu adalah bukti tentang adanya Maha
Pencipta yang berbuat secara bebas lagi Maha kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.[9]
Tafsir
jalalain
“Dan dari air kami jadikan segala
sesuatu yang hidup”. Maksudnya airlah yang
menjadi penyebab bagi seluruh kehidupan baik manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan. Namun mengapalah orang-orang kafir tiada juga beriman terhadap
keesaan Allah.[10]
أَفَلَا
يُؤْمِنُونَ
“Apakah
mereka tetap tidak mau beriman?”
Mengapa
mereka tidak memperhatikan dalil-dalil yang telah dikemukakan supaya mereka
meyakini adanya Pencipta Yang Maha Kuasa, lalu mereka mengimaninya?[11]
Setelah
ayat-ayat yang lalu mengemukakan aneka argumen tentang keesaan Allah swt., baik
yang bersifat akli, yakni yang dapat dicerna oleh akal, maupun yang nakli,
yaitu yang bersumber dari kitab-kitab suci, kini kaum musyrik diajak untuk
menggunakan nalar mereka guna sampai kepada kesimpulan yang sama dengan apa
yang dikemukakan itu. Nalar mereka digugah oleh ayat ini dengan
menyatakan: Dan apakah orang-orang yang kafir belum juga
menyadari apa yang telah Kami jelaskan melalui ayat yang lalu dan tidak
melihat, yakni menyaksikan dengan mata hati dan pikiran sejelas mata, bahwa
langit dan bumi keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
keduanya. Dan Kami jadikan dari air yang tercurah dari
langit, yang terdapat di dalam bumi dan yang terpancar dalam bentuk
sperma segala sesuatu yang hidup. Maka, apakah mereka
buta sehingga mereka tidak juga berimantentang
keesaan dan kekuasaan Allah swt.,? atau belum juga percaya bahwa tidak ada
satupun dari makhluk yang terdapat di langit dan di bumi yang wajar
dipertuhankan?
Di dalam
ayat ini juga menerangkan tentang kegunaan air, segala sesuatu yang hidup Allah
jadikan dari air dan untuk bertahan hidup pun segala sesuatu yang hidup
memerlukan air.
BAB
III
PENUTUP
Dalam ayat ini Allah Swt. dijelaskan
bahwa keadaan orang yang tidak memperhatikan keadaan alam ini, dan tidak
memperhatikan kejadiannya, padahal dari makhluk-makhluk yang ada di alam ini
dapat diperoleh bukti-bukti tentang adanya Allah Swt serta kekuasaan-Nya yang
mutlak.
Allah Swt menegaskan bahwa mereka itu buta,
sehingga tidak dapat melihat bahwa langit dan bumi itu dulunya merupakan suatu
yang padu dan tidak berpecah; kemudian Allah Swt dengan kekuasaan-Nya yang
mutlak dan dapat berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya, seperti memisahkan
antara langit dan bumi itu, dan masing-masing beredar menurut garis edarnya,
dan melakukan tugas tertentu, dengan sebaik-baiknya. Setelah menghidangkan ilmu pengetahuan tentang kejadian alam
ini, yaitu langit dan bumi, selanjutnya dalam ayat ini Allah Swt mengajarkan pula
suatu prinsip ilmu pengetahuan yang lain, yaitu mengenai kepentingan fungsi air
bagi kehidupan semua makhluk yang hidup di alam ini, baik manusia, hewan maupun
tumbuhtumbuhan. Maka Allah Swt berfirman: “.. dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup”. Pada masa sekarang ini, tidak ada orang yang mengingkari
pentingnya air bagi manusia, maupun untuk keperluan binatang ternaknya, ataupun
untuk kepentingan tanam-tanaman dan sawah ladangnya.
Manusia dan hewan sanggup bertahan
hidup berhari-hari tanpa makan, asalkan ia mendapatkan minum. Akan tetapi
iatakkan dapat hidup tanpa mendapatkan minum beberapa hari saja. Di samping
itu, manusia dan hewan, selain memerlukan air untuk hidupnya, ia juga berasal
dari air, yang disebut “nuṭfah”. Selanjutnya, apabila manusia sudah meyakini
pentingnya air bagi kehidupannya, dan meyakini pula bahwa air tersebut adalah
salah satu dari nikmat Allah Swt., maka tidak adalah alasan bagi manusia untuk
tidak beriman kepada Allah Swt serta mengingkari nikmat-Nya yang tak ternilai
harganya.
Daftar pustaka
Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra),
1989.
DR. ‘Abdullah
bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 8, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i),
M. Quiaish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati), 2002.
Imam Jalaluddin
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008.
Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur jilid 3,
(Semarang: pustaka rizki putra, 2000).
http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/12/tafsir-surat-al-anbiya-ayat-30.html
[3] ] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi,
(Semarang: CV. Toha Putra), 1989, Hlm. 37-41.
[4] DR. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu
Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Jakarta: Pustaka Imam
Asy-Syafi’i), 2005, hlm. 446-448.
[5] M. Quiaish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati), 2002, hlm 442-445
[6] ] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo), 2008, hlm. 126-127.
[7] Teungku Muhammad Hasbi
ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur jilid 3, (Semarang:
pustaka rizki putra, 2000), hlm. 2604
[8] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi,
(Semarang: CV. Toha Putra), 1989, Hlm. 37-41.
[9] . ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir
Ibnu Katsir Jilid 8, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i), 2005, hlm.
446-448.
[10] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo), 2008, hlm. 126-127.
[11] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir
Al-Qur’anul Majid An-Nuur jilid 3, (Semarang: pustaka rizki putra, 2000),
hlm. 260
Post a Comment for "MAKALAH TAFSIR SOSIAL DAN TEKNOLOGI PENCIPTAAN LANGIT DAN BUMI"