MAKALAH ARTHUR JEFFERY : mata kuliah Studi Al Qur'an Kalangan Orientalis
MAKALAH
ARTHUR JEFFERY
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al Qur'an Kalangan
Orientalis
Dosen Pengampu: Muzayyin M.Hum
Disusun Oleh : Tsabit Banani (1631035)
PRODI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Agama
dan manusia memiliki hubungan yang sangat erat kaitannya, karena agama sangat
dibutuhkan oleh manusia agar manusia memiliki pegangan hidup sehingga ilmu
dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Dengan ilmu
kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih
bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.
Mempelajari mata kuliah Studi Al
Qur’an kalangan Orientalis merupakan salah satu kewajiban mahasiswa prodi IQT
fakultas Ushuluddin. Dengan tujuan memperdalam dan meningkatkan keimanan serta
ketaqwaan kepada Allah, sehingga terwujudlah mahasiswa yang cerdas, beriman,
bertaqwa berdasarkan nilai-nilai yang terkandung didalam Al Qur’an dan Al
Hadits.
Berbicara mengenai orientalisme,
tentu tidak lepas dari kajian terhadap pandangan Barat mengenai ketimuran.
Suatu hal yang pasti, adalah setiap kajian yang dilakukan tentu tidak pernah
lepas dari sebuah tujuan. Sama halnya dengan para orientalis, mereka tidak
pernah bisa lepas dari tujuan awal yang akan dicapai. Khusus kajian orientalis
terhadap ke-Islaman sendiri, sudah jauh merambah dibanding apa yang dilakukan
oleh ulama Islam sendiri yang lebih menyibukkan diri pada perdebatan fiqih,
hukum, theologi yang tak jarang saling mengkafirkan. Sehingga para orientalis
telah jauh lebih mendalami berbagai aspek Islam, mulai dari kajian al-Qur’an,
tafsir, sunnah Nabi, dan bahkan sejarah teks itu sendiri. Sehingga tak jarang
hasil kajian mereka membuat umat muslim merasa tidak nyaman dan bahkan geram.
Salah satu penelitian orientalis yang banyak membuat dunia Islam geger,
khususnya dunia akademik Islam adalah hasil pemikiran pencarian panjang seorang
tokoh orientalis dari Australia, Arthur Jeffrey.
Dari makalah yang disusun, penyusun berharap mampu memberikan kontribusi
yang positif akan gambaran tentang Kedudukan Sunah dan Kwajiban Kita
Terhadapnya yang lebih dapat diaplikasikan dalam memperdalam kelimuan tentang
tafsir Al Qur’an serta mampu mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara.
B. Rumusan
Masalah
Adapun permasalahan yang akan
dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah :
1. Siapakah Arthur Jeffery?
2. Apa saja karya-karyanya?
3. Bagaiamana pemikiriannya tentang
Al Qur’an?
C.
Tujuan Penulisan
Pada
dasarnya tujuan penulisan atau penyusunan makalah adalah
1. Mengetahui biaografi Arthur
Jeffery
2. Mengetahui karya-karyanya
3. Mengetahui pemikirannya tentang
Al Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Arthur Jeffrey
Arthur Jeffery lahir di Melbourne 18
Oktober 1892 dalam keluarga Kristen Metodis.[1] Meninggal 2 Augustus 1959 di
Selatan Milford. Arthur Jeffrey adalah seorang profesor di bidang semiotika
bahasa di Universitas Columbia. Pada tahun 1923, Jeffrey menikahi Elsie Gordoen
Walker, seorang sekretaris ketua di Universitas Amerika di Kairo.[2]
B. Karir Akademik
Arthur Jeffrey belajar di Universitas Melbourn,
Australia dan mendapat gelar BA pada tahun 1918, serta gelar MA pada tahun
1920. Awal karir Arthur Jeffrey di Kairo dimulai pada tahun 1921 sebagai
profesor di Sekolah Studi Oriental (S.O.S ‘Scholl of Oriental Studies’)
di American University di Kairo. Awalnya, S.O.S adalah hanya berupa
pusat pengembangan studi bahasa yang merupakan misi Amerika sebagai lembaga atau institusi non akademik yang berfungsi untuk
melatih calon misionaris di Mesir.
Setelah perkembangan selanjutnya, ternyata
Universitas ini membutuhkan seorang yang ahli dan profesional di bidang
Oriental. Setelah pencarian yang penuh pertimbangan, Dr. Watson sebagai ketua
pertama American University at Cairo, pada saat itu, menjatuhkan
pilihannya terhadap Arthur Jeffrey sebagai penanggung jawab. Pada saat itu,
Arthur Jeffrey adalah seorang sarjana muda yang tidak begitu mengenal studi
Islam, namun pada saat itu, Arthur Jeffrey adalah seorang guru di Madras
Christian College, di India.[3]
Setelah bergabung dalam S.O.S di Kairo, ia pun
tertarik terhadap bahasa Arab. Dengan otaknya yang cemerlang dan brilian,
Jeffrey menyelesaikan studinya dibidang Western Orientalists dengan hasil yang
sangat baik. Pada tahun 1926 ia berhasil meraih gelar B. Th. Selain itu, pada
tahun 1929, ia meraih gelar Ph. D kehormatan dari Edinburgh Universitas.
Kemudian di Universitas yang sama, ia meraih D. Lit dengan derajat summa cum
laude, yaitu pada tahun 1938.[4]
Setelah lama berkarir di S.O.S Kairo, Universitas
Amerika, ternyata pada tahun 1938, Jeffrey terpaksa harus meninggalkan Kairo
dan S.O.S, karena diberikan amanah menjadi ketua jurusan Kajian Timur Tengah di
Universitas Columbia. Selama di S.O.S, Jeffrey banyak memberikan kontribusi
yang sangat berpengaruh, di antaranya, dia berhasil menulis karya besar dan
sangat kontroversial, berjudul Materials for the History of the Text of the
Qur'an yang diterbitkan di Leiden pada tahun 1937. [5]
Selain
dikenal sebagai sarjana brilian, Jeffrey juga dikenal sebagai sosok yang sangat
antusias dalam memberi motivasi dan dorongan bagi mahasiswanya. Bahkan menurut
John S. Badeau, setelah sepeninggal Jeffrey terhadap S.O.S, ternyata tidak ada
lagi yang mampu menggantikan perannya yang luar biasa.[6]
Secara personal, Jeffrey adalah
sosok yang tidak hanya sekedar akademisi yang disiplin, serta motivator bagi
mahasiswanya, namun lebih dari itu, Jeffrey dikenal sebagai sosok yang akrab,
hangat, berjiwa empati yang natural, cemerlang, dan juga punya spritual tinggi.
Bahkan Eric F. Bishop menambahkan bahwa Jeffrey adalah sosok yang hidup dengan
jiwa, pemikiran, cinta dan cita-cita. Untuk ungkapan personal ini, Frederick C.
Grant menjelaskan bahwa Jeffrey adalah akademisi yang disiplin dan cerdas,
wawasan luas, lantang terhadap keadilan, namun ia adalah seorang yang
menghormati dan menghargai para muridnya yang juga berjiwa besar. Dia adalah
sosok yang ramah, simpatik, bahkan bukan orang yang sentimen. Dia juga mengutip
perkataan dari R. W. Emerson untuk
memperkuat pendapatnya yang mengatakan bahwa Jeffrey adalah sosok tetangga yang
baik dan suka melindungi orang lain. Rumahnya dijadikan sebagai tempat
pertemuan murid-muridnya, sering dikunjungi oleh mahasiswa-mahasiswa yang
datang dari dekat maupun jauh, beragama Kristen, Yahudi, Muslim dan lain-lain.
Pada tahun 1953-1954, Jeffery menjabat sebagai Direktur Tahunan Pusat
Penelitian Amerika (Annual Director of the American Research Centre), Mesir.
Ketika menjabat posisi tersebut, Jeffery mengedit Muqaddimataani fi
Uluumi al-Qur’an wa humaa Muqoddimah Kitab al-Mabaani wa Muqoddimah Ibnu
Atiyyah (Dua Muqoddimah Ulumul Qur’an: Muqoddimah Kitab al-Mabaani
dan Muqoddimah Ibnu Atiyyah) yang diterbitkan di Kairo pada tahun 1954.
Keseriusan Jeffery mengkaji al-Qur’an terus dilakukan dengan konsisten
sampai akhir hayatnya. Pada tahun 1957, terbitlah buku Jeffery berjudul The
Koran, Selected Suras: Translated from the Arabic. Dalam buku ini Jeffery
menerjemahkan 64 surah al-Qur’an dan memberi catatan-catatan. Dalam
terjemahannya, Jeffery menyusun sendiri urutan-urutan surah-surah yang
menggambarkan keyakinannya tentang susunan surah al-Qur’an yang sebenarnya.
Jeffery tidak menganggap al-Fatihah sebagai bagian dari
al-Qur’an. Bagi Jeffery, surah kedua bukan al-Baqarah, tetapi al-Alaq,
Surah ketiga bukan Ali Imron, tetapi al-Mudaththir.
Susunan surat yang mirip itu sudah dilakukan sebelumnya oleh para
orientalislain seperti Theodor Noldeke, Friederich Schwally, Edward Sell,
Richard Bell dan Regis Blachere.[10]
Jeffery meninggal di Milford Selatan (South Milford), Kanada pada tanggal 2
Agustus 1959. Ia dimakamkan di Perkuburan Woodlawn, pinggiran Annapolis Royal
di Lequille, Kanada. Kepergiannya meninggalkan perasaan duka yang sangat
mendalam bagi kawan-kawan dan murid-muridnya. Awal Januari tahun 1960, Jurnal
The Muslim World memuat tulisan ringkas dari para sahabatnya yang memuji
kepribadian dan intelektualnya. John S. Badeau menggambarkan Jeffery, sebagai
seorang pendeta Gereja Metodis yang sangat kuat keagamaannya. Bahkan kajiannya
pada Islam sangat diwarnai dengan ke-kristenan-nya.
Arthur Jeffrey adalah seorang
tokoh orientalis yang sangat getol dalam mempelajari Islam. Namun ia lebih
intensif dalam mempelajari al-Qur’an dan Nabi Muhammad. Ia telah berhasil
melahirkan beberapa karya tulis mengenai al-Qur’an dan Muhammad. Di antara karyanya
adalah Materials for the History of the Text of the Qur'an yang
diterbitkan di Leiden pada tahun 1937. The Foreign Vocabulary Of The Qur'an, diterbitkan oleh Oriental Institute Baroda, India pada tahun 1938. Kedua karya ini didasarkan pada Desertasinya, hasil penelitiannya ketika
menempuh Doktoral.
Karya lainnya adalah Was Muhammad a Prophet From His Infancy?, The
Textual History of the Qur'an. The Quest of the
Historical Muhammad, The Orthography Of The Samarqand Codex, The Mystic Letters Of The Koran, A
Variant Text of the Fatiha, Islam: Muhammad and His Religion, The Mystic
Letters Of The Koran, dan The Textual History of the Qur'an.
D. Pemikiran Arthur Mengenai Sejarah dan Teks al-Qur’an Beserta Analisis Terhadap
Pemikirannya.
Untuk memulai
pemikiran Arthur Jeffrey mengenai Islam, khususnya mengenai Al-Qur’an dan sejarahnya. Penulis akan mencantumkan
statement penting dari Jeffrey. Ia berkata:
"Kita membutuhkan tafsir kritis yang
mencontoh karya yang telah dilakukan oleh orientalis modern sekaligus
menggunakan metode-metode penelitian kritis modern untuk tafsir Al-Quran."
Dengan
tujuan yang dikatakan oleh Jeffrey, maka ia sangat antusias untuk membuat tafsir-kritis
Al-Quran. Salah satu caranya dengan membuat kamus Al-Quran, karena menurutnya, karya-karya tafsir yang
lahir selama ini tidak
banyak memuat serta membahas mengenai kosa kata teknis di dalam Al-Quran. Menurutnya
lagi, para mufassir dari kalangan Muslim, masih lebih banyak yang tertarik
untuk menafsirkan ruang lingkup hukum dan teologi dibanding untuk menemukan
makna asal (original meaning) dari ayat-ayat Al-Quran. Untuk merealisasikan
impiannya tersebut, pada tahun 1925-1926, ia mengkaji dengan serius kosa-kata
asing di dalam al-Quran. Hasilnya, ia menulis buku The Foreign
Vocabulary of the Quran yang diterbitkan
oleh Oriental Institute, di Baroda pada tahun 1938.
Kritik
Jeffrey terhadap Al-Qur’an dibangun dari asumsi, bahwa setiap agama agama yang
sudah ada di dunia, selalu ada permasalahan yang ditemukan. Khususnya mengenai
manuskrip keagamaan. Dalam agama Budha misalnya ditemukan adanya masalah dalam
kitab kepercayaannya, seperti adanya Pali Canon, Sanskrit Canon, Tibetan Canon, the
Chinese Canon. Demikian terhadap penganut Zoroaster, ternyata permasalahan yang sama juga
muncul dalam teks kepercayaan mereka, Avestan. Setelah itu juga, muncul kritik terhadap teks
perjanjian lama. Maka, tidak mustahil bagi al-Qur’an juga didapatkan kesalahan
dan kejanggalan, karena pada kenyataanya, al-Qur’an adalah kitab yang paling
muda.
Kritik
yang dibangun oleh Jeffrey adalah adanya perubahan tulisan dari setiap kitab
suci. Misalnya, kitab Avesta, pada awalnya ditulis dengan bentuk tulisan ‘Sassanian Times’, namun yang ada saat sekarang
ini adalah ‘Sassanian Pahlavi’. Selain itu, naskah kitab Hebrew juga yang awalnya berupa "Square Script", namun yang ada sekarang adalah
bukan tulisan aslinya. Belum lagi adanya penambahan titik dalam setiap jenis
huruf kitab suci. Padahal kitab-kitab itu semua pada awalnya tidak memiliki
titik.
Ketika semua permasalahan
tersebut dikembalikan pada Al-Qur’an. Ternyata juga
menghadapi hal yang sama. Al-Qur’an pada awalnya tidak memiliki titik, tidak
memiliki huruf vokal, dan ditulis dengan bentuk huruf ‘Kufi’. Tentunya sangat
berbeda dengan apa yang ditemukan di abad modern ini. Al-Qur’an sudah ditandai
dengan huruf vokal, ditandai dengan titik, serta berbagai bentuk tulisan.
Jeffrey bahkan menyatakan bahwa pengubahan terhadap teks tersebut adalah
kesengajaan dan bahkan diselipi dengan niat pemalsuan.[8]
Sedangkan
perubahan tulisan dari Kufi menjadi tulisan modern seperti yang ada dalam
mushaf ‘Utsmani
sekarang, sebenarnya bukan hal penting untuk diperdebatkan. Apakah karena
misalnya sebuah artikel ketika dirubah font-nya dari Arial ke Times New Arabic
menyebabkan kandungan makna yang ada dalam artikel tersebut juga berubah.
Untuk memperkuat argumentnya,
Jeffrey mencoba menganalisa keyakinan para muslim yang menurut Jeffrey dianggap
sebagai alasan ortodok. Iya menyatakan bahwa kedatangan Malaikat Jibril untuk
melakukan muraja’ah pada Nabi adalah alasan ortodok. Karena menurut
Jeffrey, yang harus diperhatikan adalah, bahwa pada masa Nabi pengkodifikasian Al-Qur’an belum ada. Namun pengkodifikasian baru dilakukan di masa Utsman. Sehingga, menurut Jeffrey tidak mustahil kalau seandainya ada manuskrip
yang di zaman Rasul tidak terkumpulkan atau hilang.
Menurut
penulis, sikap skeptisme Jeffrey ini terlalu dibangun dengan asumsi yang tidak
berdasar. Karena kalau dengan alasan seperti di atas, seolah Jeffrey menutup
mata dari sebuah kebudayaan yang sudah mengakar dalam diri orang Arab ketika
itu, yaitu budaya menghafal. Kalaupun seandainya ada manuskrip yang hilang,
bukankah di antara para sahabat banyak yang mengafal Al-Qur’an, sehingga hal
ini menjadi rujukan penting ketika penulisan Al-Qur’an dilakukan.
Melihat kondisi Al-Qur’an yang menurut Jeffrey rentan dengan kesalahan dan pemalsuan, maka
Jeffrey bersama koleganya Prof. Bergstrasser mencoba untuk membuat edisi kritis
Al-Qur’an.[9]
1.
Kritik Arthur Jeffrey Terhadap Surat al-Fatihah
Kritik
Jeffrey terhadap Al-Qur’an,
khususnya mengenai keberadaan surat al-Fatihah dimulai dari bentuk redaksi. Ia
berkata, bahwa secara redaksional, umumnya dalam Al-Qur’an Allah-lah yang bertindak sebagai penyeru dan
pemerintah terhadap umat munusia. Namun anehnya, dalam surat al-Fatihah,
manusia yang bertindak sebagai penyeru.
Setelah
melihat lebih dalam dan jeli, Jeffrey menyimpulkan bahwa al-Fatihah adalah do’a
yang sering diucapkan oleh Nabi. Hal ini terlihat dari gaya bahasa yang
digunakan serta ekspresi yang ada dalam al-Fatihah itu sendiri. Menurut
Jeffrey, al-Fatihah itu dimasukkan oleh para pengkodifikasi terdahulu. Ia
menganggap bahwa al-Fatihah tidak asli bagian dari Al-Qur’an, namun sengaja
dibangun di awal karena hal semacam itu tidak biasa dan tidak dikenal di
kebiasaan Arab dulu.[10]
Untuk
memperkuat argumennya ini, Jeffrey juga membuktikan bahwa keraguan terhadap
al-Fatihah tidak hanya datang dari sarjana Barat seperti Noldeke, namun juga
dari para sarjana Muslim, seperti Fakhr al-Din al-Razi yang mengutip pendapat
Abu Bakr al-Asamm. Al-Asamm memulai pembahasannya dari surat al-Baqarah karena
meyakini al-Fatihah bukan bagian dari al-Qur’an yang dilandaskan pada mushaf
Ibn Mas’ud yang tidak memasukkan al-Fatihah di dalamnya. Al-Asamm juga
mengatakan bahwa al-Fatihah tidak ditemukan dalam naskah Kufi al-Qur’an awal.
Kalaupun ada, maka akan ditulis di akhir naskah tersebut.[11]
Arthur menambahkan bahwa keberagaman atas bacaan dan tulisan al-Fatihah disebabkan
karena bukan bagian dari Al-Qur’an.
Untuk
membuktikan ini, Jeffrey mengutip bacaan yang beredar di kalangan Syi’ah
seperti tertulis dalam kitab Tazdkirah al-A'imma yang ditulis oleh Muhammad Baqir Majlisi (Tehran, 1331, halaman
18). Dalam artikel ini, tertulis seperti di bawah ini:
نُحَمِّدُ اللهَ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
اَلرَّحْمَنَ الرَّحِيْمَ
مَلَكَ يَوْمِ الدِّيْنِ
هَيَّاكَ نَعْبُدُ وَ وِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
تُرْشِدُ سَبِيْلَ الْمُسْتَقِيْمِ
سَبِيْلَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
سِوَي الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ. وَ لاَ الضَّالِّيْنَ
Selain
varian bacaan ini, Jeffrey memperkuat keyakinannya dengan sebuah buku yang
ditemukannya di saat kunjungannya ke Mesir. Ia diberikan buku fiqih manual dan
kecil oleh seseorang pada saat itu. Buku ini diawali dengan al-Fatihah. Buku
tersebut boleh dicopy dan diperbanyak, asal jangan mencantumkan penulisnya,
karena khawatir akan diserang oleh penganut Muslim ortodok. Namun kata Jeffrey,
kitab tersebut hilang, hingga belum sempat tahu nama pengarangnya. Di bawah
tulisan ini, Arthur berkata ada tulisan Riwayah Abi al- Fath al-Jubba'i 'an Syaikhih al-Susi 'an al-Nahrazwani 'an Abi al-
Sa'adah al-Maidani 'an al –Marzubani 'an al-Khalil bin
Ahmad.[12]
Bismi' llahi 'r - rahmani 'r - rahimi.
Al-hamdu li 'llahi, Sayyidi 'l - alamina,
'r - razzaqi 'r - rahimi,
Mallaki yaumi 'd - dini,
Inna laka na' budu was inna laka nasta' I nu.
Arshidna sabi la 'l - mustaqi mi,
Sabi la 'lladhi na mananta 'alaihim,
Siwa 'l - maghdubi 'alaihim, wa ghaira'd - dallina.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ سَيِّدِ الْعَالَمِيْنَ
اَلرَّزَّاقِ الرَّحِيْمِ
مَلَكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
إِنَّ لَكَ نَعْبُدُ وَ إِنَّ لَكَ نَسْتَعِيْنُ
أَرْشِدْنَا سَبِيْلَ الْمُسْتَقِيْمِ
سَبِيْلَ الَّذِيْنَ مَنَنْتَ عَلَيْهِمْ
سِوَي الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ. وَ غَيْرَ الضَّالِّيْنَ
Untuk
menganalisis kepalsuan al-Fatihah, Jeffrey lebih jauh lagi menganalis setiap
term yang digunakan dalam surat ini. Agar lebih jelas, penulis akan mengutip
analisis Jeffrey sebagai berikut.[13]
Sayyid
dan Rabb adalah sinonim. Term sayyid digunakan dalam al-Qur’an
surat 12: 25 untuk Yusuf sebagai raja Mesir saat itu, juga untuk Yahya dalam
al-Qur’an. Dari ayat-ayat ini, ternyata penggunaan sayyid hanya bagi
para nabi, namun ternyata dalam al-Fatihah malah digunakan untuk Allah.
Al-Razzaq adalah
salah satu nama dari Allah, seperti dalam al-Qur’an surat 51: 58.
Malak
adalah salah satu bacaan orang-orang Kufa di antara tujuh macam bacaan, yaitu
bacaan al-Kisa’i, al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani, jilid 1, halaman 78, dan
Abu Hayyan, jilid 1, halaman 20. Namun kedua bacaan, baik malaka atau malaki
adalah bacaan yang sama-sama disetujui. Lebih lanjut, Jeffrey menyatakan bahwa
term ini lebih lebih tepat daripada term malik atau malik. Dua
bacaan pertama sebenarnya lebih baik dan lebih mengena zauq-nya, namun
yang dipakai dalam “textus receptus” (bacaan yang diterima) adalah jenis bacaan
kedua.
Inna
laka. Term hiyyaka, wiyyaka,
ayyaka, iyaka dan iyyaka adalah jenis bacaan
yang diterima. Kelihatannya semua term ini adalah bentuk usaha untuk menginterpretasikan
huruf-huruf konsonan, huruf-huruf yang tanpa titik, yang terdapat dalam setiap
bagian kata sebagaimana terdapat dalam naskah asli (original codex). Hiyyaka
atau hayyaka adalah bacaan Abu al-Sawwar al-Ganawi dan Abu
al-Mutawakkil. Sedangkan wiyyaka atau wayyaka adalah bacaan Abu
Raja’.
Arsyidna.
Artinya memilki kemiripan dengan Ihdina seperti terdapat dalam ‘textus
receptus’, sekaligus juga merupakan bacaan Ibn Mas’ud dalam naskahnya. Kata
perintah semacam ini tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, namun derivasi kata ini memang sering
digunakan. Oleh sebab itu, menurut Jeffrey menggunakan kata tidak langsung,
seperti dikutip dalam varian bacaan Syi’ah sebelumnya mungkin lebih layak.
Term sabil
sebenarnya lebih diterima daripada term sirat seperti dalam “textus
receptus”. Term ini juga, paling sering digunakan dalam al-Qur’an. Namun perlu
diingat bahwa kedua term ini adalah diadopsi dari bahasa Aramaik. Adapun
kalimat sirat al-mustaqim adalah bentuk idafah, dimana al-Mustaqim
dianggap sebagai ungkapan untuk Allah. Varian bacaan ini digunakan oleh Ubay,
Ja’far Sadiq dan ‘Abdullah bin ‘Umar. Dengan demikian bentuk idafah
merupakan bacaan yang paling baik dan benar. Bacaan ini lebih diperioritaskan,
walaupun kata Mustaqim bukan salah satu dari al-Asma’ al-Husna
yang sembilan puluh sembilan. Tapi anehnya yang ada dalam kedua varian
al-Fatihah di atas malah menggunakan sabil al-mustaqim.
Mananta
dan an’amta adalah contoh term yang sinonim dan tidak memiliki efek
makna yang signifikan. Bentuk kata na’ama lebih banyak dan lebih sering
digunakan dalam al-Qur’an daripada manana seperti dalam varian
al-Fatihah kedua. Selain itu, al-Qur’an juga sering menggunakan term manna
yang memilki makna sinonim.
Siwa
dan gair adalah sinonim, tapi siwa tidak banyak digunakan dalam
al-Qur’an. Term gair juga dibaca la oleh ‘Umar. ‘Ali, Ibn
al-Zubair. ‘Ikrimah, dan al-Aswad sebagai naskah awal al-Qur’an, dan juga
diikuti oleh Ja’far Sadiq dan Zaid bin ‘Ali. Dengan demikian, bacaan la
lebih dapat dipertanggung jawabkan dan lebih punya otoritas untuk dibaca.
Dengan
demikian, dari kedua varian di atas, maupun al-Fatihah yang ada sekarang, tidak
bisa dipertanggung jawabkan. Dalam varian tersebut juga, ada usaha untuk
membangun gramatikal bahasa dengan tujuan memperindahkan dan memperjelas
bacaan. Selain itu, Jeffrey juga menyatakan tidak adala tendensi tertentu dalam
kedua varian di atas, serta bebas dari unsur doktrin yang signifikan. Namun
varian al-Fatihah di atas hanya berupa do’a yang diriwayatkan secara oral,
kemudian pada akhirnya dimasukkan di awal al-Qur’an.
Kesimpulan yang diambil oleh Jeffrey bahwa al-Fatihah bukan bagian dari
al-Qur’an seharusnya mengutip dan membandingkannya pada naskah asli yang
disebutnya dengan ‘textus receptus’, karena dari awal, Jeffrey sering
sekali menyebut dan berkata bahwa mushaf ‘Usmani yang sekarang sudah tidak lagi
murni. Hal ini juga ia tekankan bahwa ketika mengkritik teks al-Qur’an dia
merujuk pada ‘textus receptus’ yang dia anggap paling benar, namun
ketika menyatakan al-Fatihah bukan bagian dari al-Qur’an, yang terjadi hanya
merujuk pada kitab yang dipegang oleh orang Syi’ah, yang menurut penulis bukan
merupakan naskah atau kumpulan al-Qur’an,tapi hanya sekedar karya tulis yang
didahului oleh bacaan yang mirip dengan al-Fatihah.
Selanjutnya, tanggapan Jeffrey atas varian al-Qur’an yang
kedua juga tidak bisa dipertanggung jawabkan. Yang pertama, ia beralasan bahwa
buku tersebut hilang. Sehingga menurut penulis, hal ini akan menjadi dasar dia
untuk membangun alasan selanjutnya, yaitu tidak sempat mengetahui nama
pengarangnya. Namun, kalaupun keberadaan kitab tersebut ada, anehnya, Jeffrey
terlalu cepat meyakininya, padahal dari awal ia sudah mengatakan bahwa kitab
tersebut adalah buku kecil fiqih. Aneh sekali kalau untuk mengklaim sebuah
tulisan yang keaslian atau kepalsuan al-Fatihah hanya melalui buku kecil.
Adapun mengenai perbedaan lafal yang ada dalam kedua
varian al-Fatihah yang tertulis dalam kedua buku yang dimiliki oleh Jeffrey,
dan kemudian Jeffrey melakukan komparasi dengan bacaan-bacaan yang sahih dan
diterima serta melakukan perbandingan selanjutnya dengan Al-Qur’an mushaf ‘Utsmani. Malah meyakinkan penulis, bahwa apa yang ada
dalam kedua buku tersebut hanyalah bentuk do’a yang dibubuhi oleh penulis
ketika itu, bukan bentuk bacaan al-Fatihah.
Secara logika juga, al-Fatihah yang sudah ada sekarang
tidak mungkin masih dibumbui dengan kesalahan dan kepalsuan. Apalagi al-Fatihah
sudah dilafalkan minimal 17 kali dalam sehari ketika solat. Jadi tidak mungkin
hal sepenting surat al-Fatihah begitu mudahnya bagi ‘Utsman untuk mencantumkannya dalam Al-Qur’an jika memang bukan bagian dari Al-Qur’an. Selain itu, Jeffrey mungkin tidak tahu kalau ‘Utsman
ketika membukukan Al-Qur’an juga tidak sendirian, namun dilakukan oleh beberapa
sahabat pilihan ketika itu. Dan bahkan dari berbagai kalangan suku pada saat
itu.
2. Surat-surat Mistik Dalam al-Qur’an
Mengenai
pembahaan ini, Jeffrey menamainya dengan The Mystic Letters Of The Koran. Yanag
dimaksud oleh Jeffrey dengan surat-surat mistik adalah huruf-huruf al-Muqatta’ah
dalam Al-Qur’an. Seperti alfi
lam ra’, alif lam mim, alif lam mim ra’, alif lam mim sad, ha’ mim, ha’ mim
‘ain sin qaf, sad, ta sin, ta sin mim, ta ha, qaf, kaf ha ya 'ain sad, nun, ya
sin.
Arthur
Jeffrey sebenarnya hanya bersifat mendeskripsikan dalam menjelaskan artikel
ini, karena ia tidak memilki pendapat yang signifikan dalam artikel ini, namun
ia hanya mengutip beberapa pendapat mufassir muslim dan non muslim. Secara
tidak langsung penulis memahami, bahwa Jeffrey ingin mengatakan bahwa
jenis-jenis surat di atas adalah mistik karena memang pada hakikatnya tidak
memilki makna. Sehingga Rasul sendiri yang menjadi wasilah dan penyampai
risalah sekalipun tidak mampu menerangkannya.[14]
Asumsi
yang dibangun oleh Jeffrey dalam argumen ini salah satunya adalah karena
kebanyakan sarjana Muslim ketika bertemu dengan surat ini, selalu berkata
‘Hanya Allah yang tahu’. Ternyata hal ini sebenarnya telah berlanjut sejak
zaman Rasul. Sehingga ketika ada ilmuan dan mufassir Muslim yang mencoba
menafsirkannya, maka ada dua kubu yang saling bertentangan. Yaitu, yang
meyakini bahwa surat tersebut bisa ditafsirkan, dan yang meyakini bahwa surat
tersebut tidak bisa ditafsirkan.
Di
antara ulama muslim yang mencoba menafsirkannya adalah al-Suyuti yang
menyatakan bahwa “Qaf” adalah pegunungan yang mengelilingi bumi atau lautan
yang merupakan singgasana Tuhan. Sedangkan alif lam mim ra’ adalah numerik
simbol, yaitu angka 271. Contoh lainnya yang ada dalam al-Suyuti, yang dalam karyanya
al-Itqan, berdasar pada Ibn ‘Abbas Kaf Ha Ya’ ’ain Sad mengindikasikan
tanda-tanda Allah, Karim, Hadi, Hakim, ‘Alim, Sadiq. Alif Lam Mim Sad adalah
Ana al-Lah al-rahmanu al-Samad.
Secara praktis, seluruh metode interpretasi
muslim bersikeras bahwa surat-surat di atas adalah bagian dari originalitas
al-Qur’an yang telah diwahyukan pada Muhammad, yang secara umum berdasar pada
klaim bahwa kata-kata itu adalah sebagai tanda.[15]
Sementara
menurut Jeffrey yang paling benar adalah, usaha yang dilakukan oleh Noldeke
dalam karyanya yang berjudul Geschichte des Qorans (1860). Dalam hal ini, baik
Noldeke dan Arthur meyatakan bahwa huruf al-Muqatta’ah dalam al-Qur’an
tersebut adalah, karena kebeingungannya Zaid bin Tsabit ketika diperintahkan
untuk menulis dan atau menyalin kembali al-Qur’an pada saat itu. Kebingungan
Zaid yang disebabkan oleh banyaknya sumber bacaan dan manuskrip saat itu,
akhirnya memaksa Zaid bin Tsabit untuk memberikan inisial bagi setiap sumber bacaan dan manuskrip. Sehingga
Alif Lam Mim Ra’ adalah inisial al-Mugira, Ta Ha adalah inisial Talhah dan
sebagainya. Namun pada artikel Noldeke menyatakan bahwa itu semua adalah
kesepakatan Nabi beserta para sahabat ketika itu.[16] Selain
pendapat Noldeke, Jeffrey juga mengutip pendapat O. Loth yang menyatakan bahwa surat-surat yang di
awali dengan huruf al-muqatta’ah adalah dipengaruhi oleh Yahudi, karena
seluruh surat ini diturunkan di Madinah.[17]
Hartwig
Hirschfeld dalam tulisannya New Researches into the Composition and Exegesis
of the Koran, ia menegaskan bahwa gagasan surat-surat
itu kembali ke Muhamad secara pribadi. Singkatnya bahwa surat-surat tersebut
erat kaitannya dengan hubungan Nabi dengan para sahabat-sahabatnya yang berperan
dalam penulisan risalahnya. Oleh sebab itu, menurut Hartwig Hirschfeld
mengatakan bahwa setiap surat yang diawali dengan AL adalah
berasal dari huruf alif dan lam yang biasa disandarkan pada kata
Arab. Dengan demikian makna surat-surat tersebut adalah sebagai berikut: Mim adalah Al-Mugirah, Sad adalah hafsah, Ra’ adalah Al-Zubair, Kaf
adalah Abu Bakr, Ha’ adalah Abu
Hurairah, Nun adalah Utsman, Ta adalah Talhah, Sin adalah
Sa’ad bin Abi Waqqas, Ha adalah Hudzaifah, ‘Ain adalah ‘Umar atau 'Ali, atau
ibn 'Abbas, atau 'Aisyah, dan Qaf adalah
Qasim bin Rabi'ah.[18]
Demikian beberapa deskriptif yang
dilakukan oleh Jeffrey terhadap pemikiran mufassir dan beberapa tokoh
orientalis terhadap huruf al-Muqatta’ah dalam al-Qur’an. Singkatnya,
penulis menangkap bahwa tujuan Jeffrey menunjukkan pemikiran tersebut, untuk
menunjukkan ternyata al-Qur’an yang dianggap suci memiliki hal-hal yang
bersifat mitos. Terbukti dengan adanya ayat-ayat yang Rasul sendiri tidak tahu
apa artinya. Atau sebenarnya ada kesengajaan dari Nabi membuat ayat tersebut
dengan istilah ‘kong kali kong’ antara Nabi dengan para sahabat.
Mengenai pembahasan ini, penulis
melihat, sebenarnya Jeffrey belum memiliki pendapat yang jelas secara pribadi.
Namun demikian, beberapa pendapat yang dikutip oleh Jeffrey akan penulis
tanggapi secara ringkas.
Jika benar apa yang dikatakan
oleh Noldeke, dan Hartwig Hirschfeld bahwa
surat-surat tersebut adalah inisial atau kesepakatan Rasul dengan para sahabat.
Bagaimana dengan sahabat-sahabat lain, karena bagi penulis, sahabat yang
berperan penting dalam kehidupan Rasul ternyata tidak tercover dalam
surat-surat tersebut. Misalnya saja, Zaid bin Tsabit yang bertindak sebagai
penulis wahyu, Zaid bin Haritsah yang rela menyediakan badannya untuk dilempari
penduduk Tha’if ketika memasuki daerah mereka. Hamzah bin ‘Abd al-Mutallib yang
melindungi Nabi ketika Rasul menerima siksaan di Makkah.
Jika
O. Loth berkata bahwa surat-surat tersebut dipengaruhi oleh Yahudi, karena diturunkan
di Madinah. Ternyata Ta ha, Ya sin, Sad, Qaf adalah surat makkiyah bukan
madaniyah, dengan sendirinya argumen ini sudah terpatahkan dan tidak
bisa dipertahankan. [19]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari makalah yang telah
disusun dengan pembahasan tentang Arthur Jeffery dapat disimpulkan bahwa ia lahir di Melbourne 18 Oktober 1892 dalam
keluarga Kristen Metodis. Kritik Jeffrey
terhadap Al-Qur’an dibangun dari asumsi, bahwa setiap agama agama yang sudah
ada di dunia, selalu ada permasalahan yang ditemukan. Khususnya mengenai
manuskrip keagamaan. Kritik yang dibangun oleh Jeffrey adalah adanya perubahan tulisan dari
setiap kitab suci khususnya mengenai
keberadaan surat al-Fatihah dimulai dari bentuk redaksi. Ia berkata, bahwa secara
redaksional, umumnya dalam Al-Qur’an Allah-lah yang bertindak sebagai penyeru dan
pemerintah terhadap umat munusia. Namun anehnya, dalam surat al-Fatihah,
manusia yang bertindak sebagai penyeru.
Setelah melihat lebih dalam dan jeli, Jeffrey
menyimpulkan bahwa al-Fatihah adalah do’a yang sering diucapkan oleh Nabi. Hal
ini terlihat dari gaya bahasa yang digunakan serta ekspresi yang ada dalam
al-Fatihah itu sendiri. Menurut Jeffrey, al-Fatihah itu dimasukkan oleh para
pengkodifikasi terdahulu. Ia menganggap bahwa al-Fatihah tidak asli bagian dari
Al-Qur’an, namun sengaja dibangun di awal karena hal semacam itu tidak biasa
dan tidak dikenal di kebiasaan Arab dulu. Kesimpulan yang diambil oleh Jeffrey bahwa al-Fatihah bukan bagian dari
al-Qur’an seharusnya mengutip dan membandingkannya pada naskah asli yang
disebutnya dengan ‘textus receptus’, karena dari awal, Jeffrey sering
sekali menyebut dan berkata bahwa mushaf Utsmani yang sekarang sudah tidak lagi murni.
KRITIK DAN SARAN
Demikian
makalah yang telah disusun, semoga bermanfaat. Apabila terdapat kesalahan kata
dan penyusunan, penyusun memohon kritik dan saran serta permohonan maaf yang
sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://arifnoah.blogspot.com/2012/04/pemikiran-arthur-jeffrey-tentang-al.html
[1] Adnin Armas, “Arthur Jeffery: Orientalis
Penyusun al-Qur’an Edisi Kritis”, Majalah Islamia, Vol III No.1, 2006,
Hal 73, diakses dari http://cecepsupriadihpai.blogspot.com/2014/12/kritik-bahasa-al-quran-arthur-jeffrey_20.html
[2] John S. Badeau, “Arthur
Jeffery-A Tribute”. Dalam The Muslim World:
1960, vol. 50, hlm. 232, diakses dari http://arifnoah.blogspot.com/2012/04/pemikiran-arthur-jeffrey-tentang-al.html
[3] John S. Badeau, “Arthur Jeffery-A Tribute”. Dalam
The Muslim World: 1960, vol. 50, hlm. 230, diakses dari http://arifnoah.blogspot.com/2012/04/pemikiran-arthur-jeffrey-tentang-al.html
[7] Karya-karya Arthur Jeffrey ini, hanya penulis ambil dan
browsing dari website http://www.answering-islam.org/Books/Jeffery/
[8] Arthur Jeffery. “The Textual
History of...”, dalam http://www.answering-islam.org/Books/Jeffery/thq.htm
diakses tanggal 20 Februari 2011.
[9] Lihat dalam MM. al-’A’zami, Sejarah Teks al-Qur’an
dari Wahyu Sampai Kompilasi. Terj. Sohirin Solihin, dkk. (Jakarta: Gema
Insani, 2005), hlm. 172. Lihat juga dalam Syamsudin Arif. “Al-Qur’an,
Orientalisme dan Luxenberg”, dalam
Jurnal Al-Insan. Volume 1. 2005, hlm. 11.
[10] Lihat dalam Arthur Jeffrey, “A Variant Text of the
Fatiha”. Dalam http://www.answering-islam.org/Books/Jeffery/fatiha.htm.
Artikel ini juga diterbitkan dalam The Muslim World, Volume 29 (1939), hlm.
158-162.
[11] Arthur Jeffrey. “A Variant Text of the Fatiha”. Dalam http://www.answering-islam.org/Books/Jeffery/fatiha.htm.
[12] Arthur Jeffrey. “A Variant Text of the Fatiha”. Dalam http://www.answering-islam.org/Books/Jeffery/fatiha.htm.
[13] Analisis Arthur Jeffrey ini bisa dilihat dalam Arthur
Jeffrey. “A Variant Text of the Fatiha”. http://www.answering-islam.org/Books/Jeffery/fatiha.htm.
atau juga dalam The Muslim World, Volume 29 (1939), hlm. 158-162.
[14] Arthur Jeffrey. “The Mystic Letters Of The Koran”,
Lihat dalam http://www.answering-islam.org/Books/Jeffery/mystic_letters.htm. Atau bisa
dilihat juga dalam The Muslim World, volume 13,
tahun 1924, hlm. 247-260.
[16]Arthur
Jeffrey. “The Mystic Letters Of The Koran”,
Lihat dalam http://www.answering-islam.org/Books/Jeffery/mystic_letters.htm.
[19] Dikutip
dari dalam Khalid ‘Abd
al-Rahman al-‘Akk. Safwah al-Bayan li Ma’an al-Qur’an al-Karim. (Makkah:
Dar al-Basya’ir, 1994)
diakses dari http://arifnoah.blogspot.com/2012/04/pemikiran-arthur-jeffrey-tentang-al.html
Post a Comment for "MAKALAH ARTHUR JEFFERY : mata kuliah Studi Al Qur'an Kalangan Orientalis"