MAKALAH HADIS BERKAITAN DENGAN KEADAAN YANG TERJADI
MAKALAH
HADIS BERKAITAN DENGAN KEADAAN YANG TERJADI
Makalah ini
dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Ma’anil Hadispada
semester IV
Dosen
Pembimbing: Wahyuni Shifatur Rahmah, M.S.I.
Disusun oleh:
Muhammad Mu’tiq Rosyadi (1631049)
FAKULTAS USHULUDIN SYARIAH DAN DAKWAH
PRODI ILMU AL-QURAN DAN
TAFSIR
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN
2018
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mayoritas umat muslim di seluruh
dunia sepakat bahwa hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, setelah
kitab suci al-Quran. Meskipun berada di peringkat kedua, namun hadis sangat
berperan besar dalam penggunaan kehujjahan al-Quran itu sendiri.
Di era globalisasi ini, kemajuan
ilmu pengetahuan mencapai puncaknya. Semua hal diukurdengan kacamata ilmiah.
Hal-hal yang bisa dinalar dengan akal akan diterima. Sebaliknya sesuatu yang
sulit dinalar dengan akal sehat akan ditolak. Kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan turut menempatkan pemberitaan dari Nabi (hadis) di posisi sebagai
objek.
Makalah ini akan mencoba membahas
bagaimana memahamihadis-hadis tentang minum ketika berdiri.Jika kita teliti,
terdapat dua variasi konten matan yang berbeda tentang hadis-hadis ketika minum
ketika berdiri, yaitu ada hadis-hadis yang memperbolehkannya dan ada
hadis-hadis yang melarangnya. Adanya dua konten matan yang tampak kontradiktif
tersebut mendorong kami untuk melakukan penelitian lebih jauh bagaimana
memahami hadis-hadis tentang minum ketika berdiri.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana pemahaman terhadap dua
matan hadis yang tampak bertentangan tersebut?
2. Bagaimana kontekstualisasi hadis
dalam konteks kekinian?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kritik Sanad dan Matan terhadap
Hadis-Hadis tentang Minum ketika Berdiri
Untuk mengetahui hadis-hadis yang
menjelaskan tentang minum ketika berdiri perlu dilakukan takhrij al-hadis. Setelah
dilakukan takhrij al-hadis melalui software CD. Mausu’ah
al-Hadis, penulis menemukan dua variasi konten matan, yaitu ada hadis yang
menjelaskan bolehnya minum ketika berdiri dan hadis yang melarangnya, berikut
beberapa hadis tersebut:
a) Hadis-Hadis
tentang Bolehnya Minum ketika berdiri
·
Hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib
حَدَّثَنَا
أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا مِسْعَرٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ مَيْسَرَةَ عَنْ
النَّزَّالِ قَالَ أَتَى عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى بَابِ الرَّحَبَةِ
فَشَرِبَ قَائِمًا فَقَالَ إِنَّ نَاسًا يَكْرَهُ أَحَدُهُمْ أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ
قَائِمٌ وَإِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ
كَمَا رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ
Telah menceritakan kepada kami Abu
Nu’aim telah menceritakan kepada kami Mis’ar dari Abdul Malik bin Maisarah dari
An Nazal dia berkata; Ali radliallahu ‘anhu pernah datang dan berdiri di depan
pintu rahbah, lalu dia minum ketika berdiri setelah itu dia berkata;
“Sesungguhnya orang-orang merasa benci bila salah seorang dari kalian minum
ketika berdiri, padahal aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
melakukannya sebagaimana kalian melihatku saat ini.” (HR. Bukhori 5184).
Hadis di atas juga terdapat pada
kitab-kitab yang lain, diantaranya: Shahih Bukhori no. 5185, Sunan Abu Dawud
3230, Sunan an-Nasa’i no. 130 dan Musnad Ahmad no. 550.
·
Hadis yang Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
و حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ
الْجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمٌ
Telah menceritakan kepada kami Abu
Kamil Al Jahdari; Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Ashim dari
Asy Sya’bi dari Ibnu ‘Abbas ia berkata; “Aku memberi minum dari Air Zam-zam
kepada Rasulullah, lalu beliau minum ketika berdiri.” (HR. Muslim 3776).
Hadis di atas juga terdapat pada
kitab-kitab yang lain, diantaranya: Shahih Bukhori no. 1528, Sunan Tirmidzi no.
1803, Sunan an-Nasa’ino. 2915, Sunan Ibnu Majah no. 3413 dan Musnad Ahmad no.
1741.
·
Hadis yang Diriwayatkan oleh Aisyah
خْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
قَالَ أَنْبَأَنَا بَقِيَّةُ قَالَ حَدَّثَنَا الزُّبَيْدِيُّ أَنَّ مَكْحُولًا
حَدَّثَهُ أَنَّ مَسْرُوقَ بْنَ الْأَجْدَعِ حَدَّثَهُ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْرَبُ قَائِمًا
وَقَاعِدًا وَيُصَلِّي حَافِيًا وَمُنْتَعِلًا وَيَنْصَرِفُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ
شِمَالِهِ
Telah mengabarkan kepada kami Ishaq
bin Ibrahim dia berkata; telah memberitakan kepada kami Baqiyyah dia berkata;
telah menceritakan kepada kami Az Zubaidi, telah menceritakan kepadanya Makhul
telah menceritakan kepadanya, Masruq bin Al Azda’ dari ‘Aisyah dia berkata;
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wa Sallam minum ketika berdiri, atau
sambil duduk. Beliau mengerjakan shalat tanpa alas kaki, dan kadang memakai
sandal. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga beranjak dari sebelah
kanannya, atau dari sebelah kirinya.” (HR. An-Nasa’i 1344)
Hadis di atas juga terdapat pada
kitab-kitab yang lain, diantaranya: Musnad Ahmad 23428.
b) Hadis
Tentang Larangan Minum ketika berdiri
·
Hadis yang Diriwayatkan Oleh Anas bin Malik
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ
حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَجَرَ عَنْ الشُّرْبِ قَائِمًا
Telah menceritakan kepada kami
Haddab bin Khalid; Telah menceritakan kepada kami Hammam; Telah menceritakan
kepada kami Qatadah dari Anas bahwa Nabi Shallallahu A’laihi Wa Sallam melarang
minum ketika berdiri. (HR. Muslim 3771).
Hadis di atas juga terdapat pada
kitab-kitab yang lain, diantaranya: Sunan Tirmidzi no. 1800, Sunan Abu Dawud
no. 3229, Sunan Ibnu Majah 3414 dan Musnad Ahmad11740.
·
Hadis yang Diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ
حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَبِي عِيسَى الْأُسْوَارِيِّ عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
زَجَرَ عَنْ الشُّرْبِ قَائِمًا
Telah menceritakan kepada kami
Haddab bin Khalid; Telah menceritakan kepada kami Hammam; Telah menceritakan
kepada kami Qatadah dari Abu ‘Isa Al Uswari dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam melarang minum ketika berdiri. (HR.Muslim 3773).
Dalam riwayat Muslim yang lain
menggunakan kata naha:
و
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ
وَاللَّفْظُ لِزُهَيْرٍ وَابْنِ الْمُثَنَّى قَالُوا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
سَعِيدٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَبِي عِيسَى
الْأُسْوَارِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الشُّرْبِ قَائِمًا
Telah menceritakan kepada kami
Zuhair bin Harb dan Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basyar; Dan lafazh ini
milik Zuhair dan Ibnu Al Mutsanna, mereka berkata; Telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Sa’id; Telah menceritakan kepada kami Syu’bah; Telah
menceritakan kepada kami Qatadah dari Abu ‘Isa Al Uswari dari Abu Sa’id Al
Khudri; Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang minum ketika
berdiri.(HR. Muslim 3774).
Hadis di atas juga terdapat pada
kitab-kitab yang lain, diantaranya: Sunan Ibnu Majah no. 316 dan Musnad
Ahmadno. 316.
Karena hadis yang menjelaskan
tentang minum ketika berdiri cukup banyak, maka penulis cukup mengambil dua
hadis saja, yaitu hadis tentang yang melarang dan membolehkannya. Penulis
mencukupkan pada hadis riwayat Bukhori no. 5184 dan hadis riwayat Muslim no.
3771.
H.R. Bukhori no. 5184
Jalur sanadnya sebagaimana berikut:
Rasulullah - Ali bin Abi Thalibàan -
Nazzal bin Sabrah - Abdul Malik bin Maysarah- Mis’ar bin Kidam- Abu Nu’aim - Bukhari.
Berikut
akan dianalisis satu persatu biografi paraperawi beserta jarh wat ta’dil-nya:
·
an-Nazzal bin Sabrah (w.???)
Nama lengkapnya adalah an-Nazzal bin
Sabrah, nasabnya adalah al-Hilal. Beliau adalah tabi’in kalangan tua. Beliau
tinggal di Kufah. Guru-gurunya antara lain: Ali bin Abi Thalib, Ibnu
Mas’ud dan lain-lain. Sedangkan murid-muridnya antara lain: al-Dhahhak bin
Mazham, Abdul Malik bin Maysarah dan lain-lain.
Yahya Mu’in dan Muhammad bin Sa’ad
berpendapat bahwa beliau adalah tsiqah, Abu Hatim al-Razi berpendapat: la
ba’sa anhu.
·
Abdul Malik bin Maysarah (W. ???)
Nama lengkapnya adalah Abdul Malik
bin Maysarah, nasabnya adalah al-Asri, kunyahnya adalah Abu Zayd dan laqabnya
adalah al-Zard. Beliau adalah tabi’in kalangan tengah. Beliau hidup dan wafat
di Kufah. Guru-gurunya antara lain: Zayd bin Wahab, an-Nazzal bin Sabrah
dan lain-lain. Murid-muridnya antara lain: Daud bin Yazid, Mis’ar bin Kidam dan
lain-lain.
Yahya bin Mu’in, al-Nasa’i dan Abu
Hatim al-Razi berpendapat bahwa beliau adalah tsiqah.
·
Mis’ar bin Kidam (w. 153 H)
Nama lengkapnya adalah Mis’ar bin
Kidam bin Dhahir, nasabnya adalah al-Hilali, al-‘Amri, kunyahnya adalah Abu
Salamah dan laqabnya adalah al-Mushhaf. Beliau adalah tabi’it tabi’in kalangan
tua. Beliau hidup dan wafat di Kufah dan wafat pada tahun 153 H. Guru-gurunya
antara lain: Ibrahim bin Umar bin Ma’ud, Abdul Malik bin Maysarahdan
lain-lain. murid-muridnya antara lain: Ahmad bin Basyir, al-Fadl bin Dakindan
lain-lain.
Yahya bin Sa’id al-Qaththan berkata:
“saya tidak pernah melihat orang seperti Mis’ar. Sedangakan Yahya bin Mu’in dan
Ahmad bin Hanba berpendapat bahwa beliau tsiqah.
·
Abu Nu’aim (w. 218 H)
Nama lengkapnya adalah al-Fadl bin
Dakin bin Hamad bin Zahir, nasabnya adalah al-Mala’i al-Taimi, kunyahnya adalah
Abu Nu’aim, laqabnya adalah al-Ahwal. Beliau adalah tabi’it tabi’in kalangan
muda. Beliau hidup dan wafat di Kufah pada tahun 218 H. Guru-gurunya antara
lain: Ibrahim bin Nafi’, Mis’ar bin Kidamdan lain-lain. Murid-muridnya
antara lain: Ahmad bin Sulaiman dan lain-lain.
Dari penjelasan tentang periwayatan
di atas, dapat diketahui adanya ketersambungan sanad (ittishal al-Sanad)
di antara mereka. Hal ini dapat dilihat dari adanya hubungan guru dan murid.
Penilaian ulama terhadap mereka juga menunjukkan bahwa mereka adalah
periwayat-periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa sanad hadis tersebut adalah shahih .
Sedangkan dalam kritik matan, ada
dua hal yang harus dianalisa yaitu syadz dan illat. Dengan
membandingkan seluruh redaksi matan hadis dalam seluruh periwayatan, penulis
tidak menemukan syadz dan illat dalammatan hadis tersebut. Dengan
demikian hadis tersebut berkuaalitas shahih.
C.
Kontektualisasi Hadis dengan Konteks
Kekinian
Minum Ketika Berdiri dalam
Perspektif Teori Kedokteran
Tidak ada yang pasti dalam ilmu
pengetahuan, semua bentuk ilmu pengetahuan baik itu natural sciences maupun
social sciences, bahkan religious sciences, selalu mengalami apa
yang disebut dengan shifting paradigm oleh Tomas Kuhn. K. Ilmu
pengetahuan selamanya bersifat historis lantaran ia dibangun melalui pemikiran
manusia yang bersifat historis, pemikiran manusia tersebut masih terikat oleh
ruang, waktu dan pemikiran yang melingkupinya. Sehingga ilmu pengetahuan
bersifat relatif, ia memiliki ruang yang sangat luas untuk selalu diperbarui
dan dikritisi. Boleh jadi apa yang terbukti ilmiah oleh ilmu pengetahuan saat
ini, suatu saat nanti bisa jadi akan tidak ilmiah lagI..
Menurut Tomas Kuhn setiap cabang
keilmuan akan mengalami tahap sebagai normal science dan revolutionary
science. Dalam tahap pertama, setiap cabang ilmu menemukan kemapanannya, ia
dipandang sebagai ilmu yang mapan dan baku untuk memecahkan problem-problem
tertentu, bahkan ia dipandang tidak ada kekurangan dan keganjilan di dalamnya.
Baru dalam penggal waktu tertentu, peneliti menemukan keganjilan-keganjilan
dalam ilmu tersebut dan pada akhirnya ditemukan cara-cara baru atau teori-teori
baru dalam memecahkan problem tertentu, sehingga cara lama mulai ditinggalkan.
Penemuan cara baru atau teori baru ini menjadikan cabang ilmu tertentu yang
tadinya berada pada tahap normal science beralih menjadi revolutionary
scinece dan begitu seterusnya sampai nanti ditemukan lagi cara yang lebih
baru.
·
Pendapat yang mengatakan membahayakan
Secara medis minum sambil duduk
lebih menyehatkan ketimbang ketika berdiri. Sebab dalam tubuh manusia terdapat
jaringan penyaring (filter) atau yang lazim disebut sfringer, yaitu
suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka dan menutup.
Ketika filter dalam posisi tertutup,
air yang dikonsumsi ketika berdiri langsung masuk hingga ke kantong kemih tanpa
proses penyaringan. Akibatnya terjadi pengendapan di saluran ureter. Selain itu
saat berdiri, manusia sebenarnya dalam keadaan tegang. Keseimbangan pusat saraf
sedang bekerja keras agar mampu mempertahankan semua otot pada tubuhnya.
Sebaliknya dalam posisi duduk, saraf dalam keadaan tenang dan tidak tegang.
Dampak buruk lain dari minum ketika
berdiri adalah refleksi saraf. Hal itu diakibatkan oleh reaksi saraf kelana
(saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang
mengelilingi usus. Apalagi 95 persen penyebab luka pada lambung terjadi di
tempat-tempat yang biasa berbenturan dengan makanan atau minuman yang masuk.
Kendati dampaknya tidak terjadi secara instan, sebaiknya Anda memillih makan
dan minum sambil duduk daripada ketika berdiri atau bahkan sambil
tidur-tiduran.
·
Pendapat yang mengatakan tidak membahayakan kesehatan
Menurut ahli urologi, tidak ada
perbedaan ketika orang minum ketika duduk maupun berdiri. Anggapan bahwa air
minum tidak melewati proses penyaringan didasari asumsi bahwa beberapa katup
menuju ginjal menjadi tidak aktif ketika seseorang minum dalam posisi berdiri.
Meski minum ketika berdiri memang lebih nyaman, kenyataannya ketika berdiripun
sebenarnya tidak masalah.
Menurut dr. Ponco Birowo, SpU, Ph.D,
ahli urologi dari RS Cipto Mangun Kusumo, tidak ada hubungannya dengan sikap
minum, mau sambil duduk atau berdiri air tetap butuh waktu berjam-jam untuk
sampai ginjal. Menurutnya, penyaringan air minum tidak serta merta terjadi
begitu saja di saluran menuju ginjal. Ketika masuk kerongkongan, minuman apapun
terlebih dahulu akan ditampung lalu mengalami penyerapan di lambung yang
prosesnya bisa memakan waktu berjam-jam.
Terkait anggapan bahwa ada semacam
katup atau sphincteryang menjadi tidak aktif saat berdiri dibantah oleh
dr. Ponco. Menurutnya, selama tidak ada gangguan kesehatan pada saluran kemih, sphincterakan
tetap berfungsi baik dalam posisi duduk maupun berdiri. Menurutnya, fungsi sphincteradalah
mengatur keluarnya air kencing, bukan untuk menyaring air minum yang masuk ke
ginjal. Bayangkan saja kalau benar sphincter hanya aktif saat duduk,
seharusnya kita jadi ngompol terus kalau berdiri.
Menurutnya, minum sambil duduk
kadang lebih dianjurkan dengan alasan lebih sopan, namun bukan berarti bisa
meningkatkan kesehatan ginjal. Untuk menjaga kesehatan gijal, yang harus
dilakukan adalah banyak minum air putih agar kotoran-kotoran bisa larut
sehingga lebih mudah disaring oleh ginjal.
Kesimpulannya adalah sebenarnya
dalam perspektif ilmu kedokteran minum ketika berdiri masihmenjadi bahan
perdebatan.Dengan demikian, teori-teori kedokteran masih belum bisa menjawab
hadis-hadis tentang minum ketika berdiri yang saling tampak bertentangan
tersebut. Penulis tidak mengetahui teori mana yang paling benar karena
keterbatasan penulis dalam bidang kedokteran.
Minum Ketika Berdiri Ditinjau Dari
Perspektif Etika
Dalam pembahsan sub tema ini,
pemakalah memulai dengan mengutip salah satu hadis Nabi Muhammad Saw:
أَكْمَلُ
الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Mukmin yang paling sempurna
keimanannya adalah yang paling baik akhlaqnya”
Dalam KBBI, kata akhlak diartikan
budi pekerti; kelakuan. Dari pengertian ini pemakalah lebih condong untuk
memakai istilah kata etika, kata yang mempunyai implikasi makna yang hampir
sama dengan akhlak dalam konteks Indonesia. Karena etika berkaitan dengan norma
dan nilai yang baik dan buruk yang berlaku di sebuah komunitas masyarakat.
Etika yang dijadikan pegangan dalam
suatu komunitas masyarakat akan ditimbang berdasarkan sistem nilai yang
berlaku. Nilai-nilai yang baik dan yang buruk yang telah menjadi kesepakatan
bersama secara turun temurun kemudian akan menjadi barometer bagi setiap
anggota komunitas dalam bersikap. Dengan kapasitasnya sebagai nilai, maka
melanggar kesepakatan nilai akan berimplikasi pada konsekuensi sanksi sosial,
yang terkecil adalah pengucilan dan cacian.
Dalam tradisi masyarakat Indonesia,
minum ketika berdiri dipandang sebagai perilaku yang tidak terpuji karena
dipandang tidak sopan. Jika kita dikontekstualisasikan hadis tentang minum
ketika berdiri, maka larangan hadis ketika berdiri tampaknya lebih relevan
dalam konteks tradisi Indonesia, karena selain lebih dianjurkan oleh Nabi, ia
merupakan konstruk budaya di Indonesia yang sudah dipandang sebagai etika dalam
masyarakat. Dengan demikian, sudah sepatutnya, kita mematuhi etika yang berlaku
di masyarakat. Misalnya ketika kita bertamu atau menghadiri hajatan, maka posisi
duduk merupakan sebuah etika yang baik, pertanda kalau seseorang menghargai
sang tamu, sehingga pemilik rumah juga berkenan untuk menghidangkan minuman.
Disaat duduk juga seseorang bisa lebih menikmati minuman atau makanan dengan
santai.
Selain itu, minum ketika berdiri
terkesan ada unsur terburu-buru, sehingga tingkat ketenangan yang diperoleh
oleh orang yang minum ketika berdiri tidak sama dengan ketenangan yang
diperoleh oleh orang yang minum sambil duduk. Ketika seseorang dalam posisi
sangat haus, kemudian ia langsung minum ketika berdiri, ini menununjukkan
keterburu-buruan atau ketergesa-gesaannya karena posisinya yang sedang haus.
Berbeda dengan orang yang haus kemudian duduk lalu minum, hal ini menunjukkan
tidak terburu-buruan, karena seseorang harus duduk terlebih dahulu untuk
menenagkan diri kemudian minun. Nabi juga menjelaskan bahwa keterburu-buruan
merupakan perilaku setan:
الْأَنَاةُ
مِنْ اللَّهِ وَالْعَجَلَةُ مِنْ الشَّيْطَانِ
“Sifat hati-hati (waspada) itu dari
Allah dan tergesa-gesa itu godaan dari setan.”[2]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas tentang
hadis-hadis minum ketika berdiri, dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai
berikut :
Setelah dianalisis, minum ketika
berdiri hukumnya makruh, sedangkan larangan untuk tidak melakukannya merupakan
suatu yang dianjurkan Nabi atau nadb. Alasannya adalah Nabi pernah minum
ketika berdiri, ini mengindikasikan bahwa minum ketika berdiri adalah boleh
dalam artian tidak mendapatkan dosa. Akan tetapi terdapat hadis-hadis yang
melarangnya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika tidak terdapat indikasi (qarinah)
dalamnahyu maka ia bermakna tahrim atau haram. Dari sini dapat
disimpulakan bahwa nahyu tidak selalu bermakna haram (al-tahrim)
tetapi juga dapat bermakna makruh tergantung indikasi-indikasi (qarinah-qarinah)
yang menunjukkannya. Selain itu tahrim bisa bergeser menjadi makruh apabila
terdapat indikator-indikator yang menunjukkan kemakruhannya.
Dalam konteks kekinian, teori
kedokteran mencoba menganalisis minum ketika berdiri. Akan tetapi terdapat
perbedaan pendapat dalam teori kedokteran tersebut, yaitu ada yang berpendapat
minum ketika berdiri berimplikasi mengganggu kesehatan dan ada yang berpendapat
minum ketika berdiri itu tidak menganggu kesehatan.
B. Kritik dan Saran
Demikian yang
dapat penulis sajikan, mungkin banyak kesalahan atau kekeliruan dalam menulis karena ini semua
jauh dari kesempurnaan penulis. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca agar penulis bisa memperbaiki makalah ini
menjadi lebih baik. Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
al-Atsqalani, Ibnu Hajar, Fathu
al-Bari, Syarhu Shahih Bukhori, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379 H. CD.
Al-Maktabah al-Syamilah.
al-Razi, Fakhrudin, Mafatih
al-Ghaib, CD. Al-Maktabah al-Syamilah, Versi. 2
Suryadi, “Metode Pemahaman Hadis
Nabi (Telaah atas pemikiran al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi”, Disertasi,
Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004.
Software Mawsu’ah al-Hadis
al-Syarif. Global Islamic Software, tahun 1997.
[1]Kritik sanad dan matan dilakukan
dengan menggunakan Software Mawsu’ah al-Hadis al-Syarif. Global Islamic
Software, tahun 1997.
[2]HR. Turmudzi, no. 1935.
Software Mawsu’ah al-Hadis al-Syarif. Global Islamic Software, tahun 1997.
Post a Comment for "MAKALAH HADIS BERKAITAN DENGAN KEADAAN YANG TERJADI"