MAKALAH TAFSIR (HUKUM, SOSIAL, DAN BUDAYA) KEPEDULIAN SOSIAL
MAKALAH TAFSIR (HUKUM, SOSIAL, DAN BUDAYA)
KEPEDULIAN SOSIAL
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas individu pada semester IV
Dosen Pembimbing :
Ali Mahfudz M.S.I
Disusun Oleh :
Luthfi Rosyadi NIM : 1631037
ILMU AL-QUR’AN
DAN TAFSIR / IV
FAKULTAS USHULUDDIN, DAKWAH, DAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
KEBUMEN
2018/2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
kesehatan, kenikmatan serta kesempatan, dalam rangka menyelesaikan kewajiban
kami sebagai mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan bapak dosen
dalam rangka menambah ilmu penge-tahuan dan wawasan kami pula.
Shalawat serta salam, semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Agung
Muham-mad SAW, yang telah mewajibkan kepada kita untuk selalu menuntut ilmu,
dan selalu merasa hauslah akan ilmu.
Ucapan terima kasih kepada Bapak Ali
Mahfudz M.S.I, selaku dosen pengampu pada
mata kuliah Tafsir (Hukum, Sosial, dan Budaya), yang telah memberikan bimbingan
serta arahan sehingga makalah yang berjudul “Makalah Tafsir (Hukum, Sosial,
dan Budaya) : Kepedulian Sosial” dapat selesai tepat waktu.
Adapun dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesem-purnaaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun, selalu
diharapkan, dalam rangka perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, amin ya rabbal ‘alamin.
Kebumen,
09 Mei 2018.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT
diantaranya adalah sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang senantiasa
mengadakan hubungan dengan sesamanya. Kerjasama dengan orang lain dapat terbina
dengan baik apabila masing-masing pihak memiliki kepedulian sosial. Oleh karena
itu, sikap ini sangat di anjurkan dalam Islam.[1]
Kepedulian berarti sikap memperhatikan
sesuatu. Dengan demikian kepe-dulian sosial berarti sikap memperhatikan urusan
orang lain (sesama anggota ma-syarakat). Kepedulian sosial yang dimaksud,
bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada membantu me-nyelesaikan
permasalahan yang diha-dapi orang lain, dengan tujuan kebaikan dan perdamaian.
Kehidupan masyarakat yang sangat
beragam, begitu juga dengan keadaan manusianya. Dimana manusia di dunia ini
diciptakan oleh Allah SWT dalam kea-daan yang berbeda-beda. Ada yang
ditakdirkan menjadi orang yang serba berke-cukupan dan ada pula yang
ditakdirkan dalam keadaan serba kekurangan dan ke-susahan. Ini merupakan salah
satu bentuk ujian Allah SWT terhadap hambanya, agar manusia dapat mendapatkan
hikmah dari kehidupan dunia ini.
Keberagaman dalam masyarakat, juga bisa
menjadi acuan sikap masya-rakat di dalamnya, apakah mereka memiliki kepdulian
sosial atau tidak. Kita dapat menilai dengan melihat keadaan masyarakatnya,
apabila masyarakatnya beragam dengan keadaan kaya atau miskin, akan tetapi kondisi
mereka rukun dan tenang dapat kita menilai bahwa kepedulian mereka terhadap
sesama sangat besar, akan tetapi sebaliknya, jika keadaan mereka beragam akan
tetapi kondisi mereka carut-marut, kita dapat menilai kepedulian mereka
terhadap sesama, kecil.
Dengan adanya ujian dengan bentuk kesusahan, kemiskinan, dan serba
ke-kurangan dari segi materi hingga saat ini tentulah masih ada.
Ujian kemiskinan ini bukan hanya ujian untuk pihak yang mendapatkan kemiskinan
saja, tetapi hal ini juga merupakan bentuk ujian bagi orang yang serba berkecukupan,
yang sudah bisa hidup layak dan baik. ujian yang dimaksud yaitu kepeduliaan
yang kita mi-liki. Karena terkadang orang yang sudah hidup enak seringkali
lupa dan bersikap tidak peduli terhadap orang yang hidup miskin dan kekurangan.[2]
Oleh karena itu, seyogyanya, sudah
menjadi keharusan bagi setiap muslim memiliki jiwa yang peduli terhadap sesama
dan lingkungannya. Kepeduliaan akan menciptakan lingkungan yang tenteram dan
sejahtera. Kepeduliaan sosial dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seper-ti
sikap tolong menolong, gotong royong, dan bahu membahu. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini, penulis akan membahas surat yang berkaitan dengan
kepedulian sosial, yaitu Al-Ma’un.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah arti dari kepedulian sosial ?
2.
Bagaimanakah tafsir para mufassir mengenai Qs.
Al-Ma’un berkaitan dengan kepe-dulian sosial ?
3.
Bagaimanakah konsep kepedulian sosial
berdasarkan Qs. Al-Ma’un ?
C. Tujuan Makalah
1.
Untuk mengetahui makna dari kepedulian sosial.
2.
Untuk mengetahui tafsir para mufassir Qs. Al-Ma’un
berkaitan dengan kepedulian sosial.
3.
Untuk mengetahui konsep kepedulian sosial
berdasarkan Qs. Al-Ma’un.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kepedulian Sosial
Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui, berkaitan
dengan kepedulian sosial, antara lain arti dari kepedulian sosial itu sendiri,
perlunya memiliki sikap kepedulian sosial, dan dampak po-sitif sikap kepedulian
sosial.[3]
1.
Arti Kepedulian Sosial
Kata kepedulian berasal dari akar kata peduli
yang artinya memerhatikan atau menghiraukan. Menaruh peduli sama dengan menaruh
perhatian atau meng-hiaraukan sesuatu. Kepedu-lian merupakan suatu sikap memperhatikan atau menghiraukan urusan orang lain ( sesama ang-gota
masyarakat). Kepedulian so-sial bukan berarti mencampuri urusan orang lain
tetapi lebih pada membantu me-nyelesaikan permasalahan yang dihadapi orang lain
dengan tujuan kebaikan.
2.
Perlunya Kepedulian Sosial
Mengapa manusia perlu memiliki kepedulian
sosial ?, Seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa manusia diciptakan salah
satunya adalah sebagai makh-luk sosial. Maka dari itu, ma-nusia senantiasa
menjalin hubungan kerjasama de-ngan orang lain. Kerjasama itu dapat terjalin
harmonis manakala masing-masing pihak memiliki kepedulian sosial. Sikap kepedulian sosial sangat dianjurkan da-lam
ajaran Islam. Karena kepedulian sosial
mempunyai dampak positif.
3.
Dampak Positif Kepedulian Sosial
Dengan adanya kepedulian sosial, maka akan
muncul bermacam dampak positif dalam masyarakat, diantaranya : terwujudnya
sikap hidup gotong royong, terjalinnya batin yang akrab, menumbuhkan kerukunan
dan kebersamaan, terjadinya pemerataan kesejahteraan, menghilang-kan jurang
pemisah antara si miskin dan si kaya, terwujudnya persatuan dan kesatuan, mencip-takan
kondisi masyarakat yang kuat dan harmonis, menghilangkan rasa dengki dan dendam.
B.
Penafsiran Qs. Al-Ma’un Menurut Para Mufassir
Sebelum membahas penafsiran Qs. Al-Ma’un
menurut para mufassir, pe-nulis akan sedikit memaparkan seluk beluk surat
tersebut.
1.
Lafadz dan Terjemahannya[4]
أَرَءَيۡتَ
ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ )١( فَذَٰلِكَ ٱلَّذِي
يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ )٢( وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ
طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ )٣( فَوَيۡلٞ
لِّلۡمُصَلِّينَ )٤( ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ
سَاهُونَ )٥( ٱلَّذِينَ هُمۡ
يُرَآءُونَ )٦( وَيَمۡنَعُونَ
ٱلۡمَاعُونَ )٧(
Artinya : “(1).
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama. (2). Itulah orang yang menghardik anak
yatim. (3).
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (4). Maka celakalah bagi orang-orang
yang shalat. (5).
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. (6). orang-orang yang berbuat riya. (7).
dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”
Surah ini diturunkan di Makkah sesudah surah
at-Takatsur.Nama surah ini diambil dari kata Al-Ma’un yang diambil pada ayat
terakhir. Menurut etimologi, Al-Ma’un berarti banyak harta, berguna dan
bermanfaat, kebaikan dan ketaatan , dan zakat.
2.
Asbabul Nuzul
Adapun asbabun nuzulnya, diriwayatkan oleh
Ibnu Mundzir dari Tharif bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu Abbas,
“berkenaan dengan kaum munafiqqin yang mempertontonkan sholat kepada kaum
mu’minin dan meninggalkannya apabila tidak ada yang melihatnya, serta menolak
memberikan bantuan atau pinjaman.”[5]
3.
Tafsir
Disini penulis mengambil 2 sumber :
a. Tafsir Al-Maraghi[6]
-
Penjabaran Mufrodat :
1. أَرَءَيۡتَ
Maksud dari kata أَرَءَيۡتَ adalah sebuah pertanyaan “apakah kamu tahu ?”
dengan tujuan untuk mengajak pembaca menjadi penasaran dengan ayat selan-jutnya.
Seperti jika kalian mengatakan, “apa kalian tahu yang dilakukan si fulan ?”. Ketika
kalian mengucapkan kalimat tersebut, pasti kalian ingin orang yang ka-lian ajak
bicara untuk kagum dengan apa yang dilakukan si fu-lan.
2. ٱلدِّينِ
Sebuah perasaan tunduk kepada perkara ilahiyah,
yang tidak mungkin manusia mengetahui hakikatnya. Akan tetapi dapat
ditemukan tanda-tandanya, yang harus diakui dan dibenarkan, seperti adanya Allah dan sifat keesaannya, di-utusnya
rasul sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan, serta membe-narkan
kehidupan yang lain, dimana manusia diperlihatkan ke-pada Tuhannya, sebagai
balasan.
3. يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ
Maksudnya menolak, mencela dengan celaan yang
keras, seperti firman Allah SWT :
يَوۡمَ يُدَعُّونَ
إِلَىٰ نَارِ جَهَنَّمَ دَعًّا )١٣(
Artinya : “13. pada hari mereka didorong ke neraka Jahannam dengan
sekuat-kuatnya”
4. يَحُضُّ
Maksudnya adalah
menganjurkan dan mengajak orang-orang untuk meno-lak.
5. يُرَآءُونَ
Maksudnya adalah melakukan sesuatu yang
sekiranya dilihat oleh manusia dan tanpa hati merasa takut kepada Allah. Pada
hakikatnya riya adalah mencari sesuatu didunia dengan ibadah, dan mencari
kedudukan di hati manusia. Adapun contoh riya lainnya :
-
Bertingkah laku baik dengan tujuan dipuji oleh
orang.
-
Memakai baju sederhana dengan maksud supaya di
katakan zuhud dunia.
-
Mempertontonkan sholat/memperbagus sholat
supaya di lihat oleh orang.
6. ٱلۡمَاعُونَ
Sesuatu yang biasa di minta oleh orang kaya
ataupun miskin, seperti kuali, ember dan cangkul.
-
Penjabaran ayat
:
أَرَءَيۡتَ
ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ
Maksudnya apakah kamu tahu orang yang
mendustakan sesuatu, yang telah mereka temukan, dari perkara ilahiyah,
dan perkara ghaib, setelah dijelaskan ke mereka dengan dalil yang qath’i.
Meskipun kamu tidak tahu orangnya, kamu bisa mengetahui melalui sifat-sifat
mereka :
1. فَذَٰلِكَ ٱلَّذِي يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ Maksudnya mereka yang mendustakan agama adalah
mereka yang menolak anak yatim, mencela mereka dengan keras ketika mereka
meminta sesuatu, untuk menghina mereka dan sombong kepada mereka.
2. وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينMaksudnya mereka tidak mengajak untuk memberi
makanan. Saat mereka tidak mengajak untuk mem-beri makanan atau mengundang
untuk makan, maka mereka telah memperlakukan dengan tidak baik.
Dalam hal ini, Al-Maraghi berpendapat, jika
kita tidak mampu untuk membantu orang miskin, maka kita meminta orang lain
untuk membantu atau me-ngajak mereka untuk membantu.
Al-Maraghi meringkas, orang yang mendustakan
agama mempunyai 2 si-fat. Pertama, menghina kepada orang lemah, dan
sombong kepada mereka. Ke-dua, mereka kikir dengan harta kepada orang
miskin, dan orang yang mem-butuhkan.
فَوَيۡلٞ
لِّلۡمُصَلِّينَ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ
Maksudnya, maka diberikan siksa bagi orang yang sholat dengan badan dan
lisannya tidak meninggalkan bekas bagi dirinya, karena hatinya lupa dengan apa
yang diucapkan.anggota tubuhnya mengerjakan. Dia rukuk tetapi mereka
bermain-main, dia sujud tetapi mereka bermain-main dengan sujudnya.
ٱلَّذِينَ هُمۡ
يُرَآءُونَ
Maksudnya mereka melakukan perbuatan yang
jelas, yang sekiranya orang-orang melihatnya.
وَيَمۡنَعُونَ
ٱلۡمَاعُونَ
Maksudnya mereka mencegah (meminjamkan) sesuatu
yang menjadi adat, yaitu dengan mencegah sesuatu yang biasa diminta oleh orang
miskin ataupun orang kaya. Hal ini
dikelompokkan kedalam watak tercela, akhlak yang tidak baik.
b.
Tafsir Ruhul Ma’ani[7]
Surat Al-Ma’un dikelompokkan kedalam Makiyyah,
seperti yang dikatakan oleh Jumhur, dan yang dikatakan oleh Ibnu Mardaweh dari
Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Zubair. Tetapi di Bahrain dikelompokkan ke dalam
Madaniyah, seperti yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas dan Qotadah, begitu juga
seperti yang di ceri-takan Dhohhak. Setengah surat di turunkan di kota Mekkah menurut
‘Ash bin Wa`il, dan setengahnya di Madinah menurut Abdullah bin Abi Al-Munafik.
أَرَءَيۡتَ
ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
بِسْمِ
Maksudnya, sebuah pertanyaan bertujuan
menarik pendengar, supaya ingin tahu
siapakah orang yang mendustakan agama.
فَذَٰلِكَ ٱلَّذِي يَدُعُّ
ٱلۡيَتِيمَ
Maksudnya, merupakan sebab dari sesuatu yang
sesudahnya, dan juga me-rupakan sebab keingin tahuan dari pembicaraan
sebelumnya (makdusnya adalah, sebab adanya ayat pertama ka-rena ayat kedua
menjadi jawabannya). Dikatakan juga sebagai jawaban dari pendahuluan dan ju-ga
sambungan dari sebuah kabar. Maka, jika digabungkan dengan yang sesudahnya,
maksudnya adalah “apakah kalian tahu orang yang mendustakan (hari) pembalasan,
atau dengan islam ?”, jika kalian tidak tahu, merekalah orang-orang yang
menghardik anak yatim, yaitu yang menolak anak yatim dengan keras, dan mencela
dengan buruk.
وَلَا يَحُضُّ
Maksudnya, mereka tidak mengajak seseorang
dari keluarganya, atau sese-orang dari ahli warisnya.
عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ
Maksudnya, dengan menghinakan makanan orang
miskin, baik itu sara-pan, makan siang atau makan malam.
فَوَيۡلٞ لِّلۡمُصَلِّينَ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ
سَاهُونَ
Maksudnya, adalah orang yang lupa, hingga lupa
dengan segalanya, atau keluar dari waktu sholat, atau sholat tidak seperti
sholatnya Rasulullah SAW dan orang-orang salaf, tetapi de-ngan marah, tidak
khusyuk. Tidak tahu apa yang ia baca.
Adapun pendapat salaf, mengenai yang dimaksud
“lupa”, menurut Abi ‘Aliyah yang dimaksud dengan lupa adalah menoleh kekanan
atau kekiri, menurut Qotadah yang dimaksud dengan lupa adalah seseorang tidak
condong ke “saya sholat atau tidak sholat” (tidak begitu niat), menurut Ibnu
Abbas dan Jumhur, yang dimaksud dengan lupa yaitu mengakhirkan waktu sholat.
ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ
Maksudnya yaitu orang beramal dengan sekiranya
dilihat dan dipuji oleh orang lain.
وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ
Maksudnya adalah zakat segaimana yang dikatakan
oleh shabat ‘Ali KA. Sedangkan menurut Muhammad bin Ka’ab, dan menurut Ibnu
Mas’ud yang me-nafsirkan Al-Ma’un dengan se-suatu yang dipinjam oleh
orang-orang, seperti kuali, ember, dan cangkul.
C. Konsep Kepedulian Sosial Berdasarkan Qs. Al-Ma’un
Setelah membaca terjemah dan tafsir, disimpulkan
bahwa konsep kepe-dulian sosial yang terkandung dalam Qs. Al-Ma’un lebih
terfokuskan dalam ayat 1-3, sedangkan ayat 4-7 berfokus ke dalam bahasan balasan
bagi orang yang lalai dalam sholat.
Yang dimaksud dengan pendusta agama berdasarkan
Qs. Al-Ma’un ayat 1-3 adalah mereka yang tidak peduli pada fakir miskin,
orang-orang terlantar, anak-anak yatim. Artinya apabila seseorang tidak
mempunyai kepedulian sosial, maka jika ia sholat, sholatnya dusta. Jika ia
membaca Al-Qur'an, membaca Al-Qur'an-nya dusta. Jika ia sedekah, sedekahnya
dusta. Dan setiap ibadah yang ia lakukan adalah dusta. Karena kepedulian sosial
merupakan dampak, atau ma-nifestasi, atau implementasi atau penerapan dari
agama dan iman seseorang muslim terhadap agamanya.
Iman dan amal shaleh suatu deretan pernyataan
yang saling berkait, yang tidak bisa lepas satu sama lain. Orang tidak bisa
lepas mengatakan beriman saja, jika perbuatannya tidak diiringi dengan amal
shaleh. Karena ajaran Islam menga-jarkan perbuatan amal shaleh. Jadi demikian
pula sebaliknya jika seseorang itu tidak berbuat suatu kebajikan atau amal
shaleh, maka keiman-annya kepada Allah SWT juga perlu dipertanyakan. Dalam arti
umum menyantuni anak-anak ya-tim, fakir-fakir, dan orang-orang miskin termasuk amal
shaleh.[8]
Jadi, iman terhadap ajaran agama adalah
melakukan amal shalih, berupa juga peduli pada sesama manusia. Itulah sebabnya
setiap ayat dalam Al-Qur’an yang menyebut "orang-orang yang beriman"
selalu diikuti dengan menyebut "dan orang-orang yang beramal shaleh."
Meskipun disini disebutkan hanya menyantuni
anak yatim, fakir-miskin, akan tetapi hal itu bukanlah mudah, sebagaimana
firman Allah SWT, dalam Qs. Al-Balad ayat 12 – 16 :[9]
وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا
ٱلۡعَقَبَةُ )١٢( فَكُّ رَقَبَةٍ )١٣( أَوۡ إِطۡعَٰمٞ فِي
يَوۡمٖ ذِي مَسۡغَبَةٖ )١٤( يَتِيمٗا ذَا مَقۡرَبَةٍ )١٥( أَوۡ مِسۡكِينٗا ذَا
مَتۡرَبَةٖ )١٦(
Artinya : “12.
Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu. 13.
(yaitu) melepaskan budak dari perbudakan. 14. atau memberi makan pada hari
kelaparan. 15.
(kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. 16. atau kepada orang miskin yang
sangat fakir.”
Menyantuni anak yatim atau orang miskin yang
sangat fakir, disebut sebagai jalan yang mendaki lagi sempit. Diibaratkan
sebagai jalan yang mendaki lagi sempit, dikarenakan berat dan susahnya jalan
yang ditempuh, dan jalan atau cara ini diambil karena ini adalah mempunyai
nilai yang sangat besar. Orang-orang yang menempuh jalan ini disebut
orang-orang golongan kanan, yaitu orang-orang yang beriman, yang saling nasihat-menasihati
dalam kesabaran dan nasihat-menasihati dalam kasih sayang.
Adapun cara pengaplikasian konsep kepedulian
sosial berdasarkan Qs. Al-Ma’un, antar lain[10] :
1. Kita harus memiliki kepedulian terhadap anak yatim, seperti memberikan
santunan, baik dalam bentuk sikap, ucapan, maupun perbuatan nyata.
2. Kita harus mendukung setiap usaha untuk mensejahterakan anak yatim dan
fakir miskin.
3. Sikap dermawan harus kita tumbuhkan dalam kehidupan, jangan sampai sifat
kikir ada pada diri atau keluarga kita, dsb.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjabaran materi di atas, penulis
mengambil kesimpulan :
1. Bahwa Kepedulian Sosial yang diisyaratkan dalam Qs. Al-Ma’un, khususnya
ayat 1-3, adalah dengan menyantuni anak yatim dan fakir miskin.
2. Bahwa AL-Qur’an sangat mengecam kepada orang yang tidak mempunyai
kepedulian sosial, yaitu digolongkan sebagai pendusta agama.
3. Kepedulian sosial dapat dikaitkan dengan implementasi keimanan seseorang,
yaitu jika keimanannya telah terbentuk, maka dalam kehidupan sehari-hari
kepeduliannya terhadap sosial akan menonjol. Begitu juga sebaliknya.
4. Ketika kita berda diposisi, tidak punya sesuatu yang untuk dibantukan, maka
ajaklah orang lain, baik itu keluarga atau kerabat untuk membantu.
B.
Kritik Dan Saran
Sebagaimana peribahasa mengatakan, bahwa “tak
ada gading yang tak retak”, maka dipersilahkan para pembaca untu mengkritik dan
memberi saran supaya, pembuatan makalah dimasa mendatang akan lebih baik.
Terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
2.
Al-Maraghi, M. Tafsir Al-Maraghi. Mesir.
3.
Bacaan Madani, Tulisan Islami Cerdaskan
Masyarakat yang Beradab. (2017, Agustus 13). Retrieved April 25, 2018, from Pengertian dan
Konsep Kepedulian Sosial Menurut Q.S. Al- Kautsar dan Q.S. Al- Ma’un:
http://www.bacaanmadani.com/2017/08/pengertian-dan-konsep-kepedulian-sosial.html#
4.
Nur, S. (2009, September). Semangat Islam. Retrieved
April 25, 2018, from Fakir, Miskin, Islam dan Kepedulian Sosial: http://semangatislam.blogspot.co.id/2010/09/fakir-miskin-islam-dan-kepedulian.html#
5.
Nursani, P. D. (2014, Desember 14). Putri Dyah Nursani.
Retrieved April 25, 2018, from Kepedulian Sosial (Qurdis Di Mts) Surat-surat
Pendek Pilihan Tentang Kepedulian Sosial:
http://putridyahnursani.blogspot.com/2014/12/kepedulian-sosial-qurdis-di-mts.html
6.
(1993). In L. P.-Q. R.I, Al-Qur’an Dan Terjemahnya
(p. 1108). Semarang: CV. ALWAAH.
7.
Soehendar, N. (2012, Mei 12). Nanang Soehendar.
Retrieved April 25, 2018, from KEPEDULIAN SOSIAL:
http://nanangsoehendar.blogspot.co.id/2012/05/kepedulian-sosial.html
8. Triatmini. (2011,
Januari 25). Retrieved April 25, 2018, from BAB III Kepedulian sosial:
http://pembelpai.blogspot.co.id/2011/01/bab-iii-kepedulian-sosial.html#
Tambahan
Tafsir Al-Ma’un.
Ada pendapat 3 ayat pertama turun di kota mekkah. Ayat 4 terakhir turun di
Madinah. Tetapi dengan sanggahan “Fa” dalam ayat fa wailul..., menandakan bahwa
Qs. Al-Ma’un diturunkan dalam satu paket.
Ayat 3 pertama berkaitan dengan asbabun nuzul kelakuan Abu Jahal, yang
selalu menyembelih unta di setiap minggu, dengan tujuan untuk bergaya.
Ketika lafadz Ad-Din jatuh setelah kata Yukadzdzibu, diartikan dengan Hari
Kemudian.
Yadhu’ ‘du arti sebenarnya adalah mendorong dengan keras. Yang bisa dimaksudkan
adalah tidak mau menolong, tidak mau berteman/bersahabat.
Yatim berasal dari kata Al-Yutmu yang berarti kesendirian. Akan tetapi
yatim disini juga diisyaratkan kepada orang yang lemah, bukan hanya anak yatim
secara leterlek, namun juga yatim secara maknawiyah, yaitu orang yang lemah.
Untung, Allah menggunakan ‘an bukan Fii, karena menggunakan fi maka berarti
di dalam sholat,
sedangkan menggunakan ‘an, maka yang dimaksudkan adalah yang diluar sholat.
[1] Nanang,
Soehendar. “Kepedulian Sosial” dalam http://nanangsoehendar.blogspot.co.id/2012/05/kepedulian-sosial.html.
Diakses pada 25 April 2018 pukul 07.14 WIB
[2] Putri, Dyah Nursani. “Kepedulian Sosial
(Qurdis Di Mts) Surat-Surat Pendek Pilihan Tentang Kepedulian Sosial” dalam http://putridyahnursani.blogspot.com/2014/12/kepedulian-sosial-qurdis-di-mts.html. Diakses pada 25
April 2018 pukul 07.14 WIB
[4]
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama R.I. 1993. Al-Qur’an Dan
Terjemahnya. Semarang : CV. ALWAAH. Hal. 1108
[5] Qamaruddin Shaleh, HAA Dahlan, M.D Dahlan.
1996. Asbabun Nuzul : Latar Belakang
Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Bandung : CV. Diponegoro. Hal. 613
[7] Syihabudin, As-Sayid Mahmud Al-Alusi
Al-Baghdadi. 1270 H. Ruhul Ma’ani Fii Tafsiril Qur’anil ‘Adhim wa Sab’ul
Matsani. Beirut. Hal. 241-244
[8] Sobirin, Nur. “Fakir, Miskin, Islam dan
Kepedulian Sosial” dalam http://semangatislam.blogspot.co.id/20-10/09/fakir-miskin-islam-dan-kepedulian.html#. Diakses
pada 25 April 2018 pukul 07.14 WIB
[10] Putri, Dyah Nursani. “Kepedulian Sosial
(Qurdis Di Mts) Surat-Surat Pendek Pilihan Tentang Kepedulian Sosial” dalam http://putridyahnursani.blogspot.com/2014/12/kepedulian-sosial-qurdis-di-mts.html. Diakses pada 25 April
2018 pukul 07.14 WIB
Post a Comment for "MAKALAH TAFSIR (HUKUM, SOSIAL, DAN BUDAYA) KEPEDULIAN SOSIAL"