Berbohong
Berbohong.
Sebuah serpihan kisah, dari sejuta kisah dalam hidupku,
saat ku masih hidup.
Di suatu sore nan cerah, di taman kota.
“ini Rob, buat kamu” dia mengukurkan tangan bersamaan
dengan kertas agak tebal beralutkan plastik.
Aku masih terdiam, kaku. Aku masih menatapnya, wanita
yang duduk di sebelahku, sudah ku kenal sejak lama. Dia sekarang sudah menjadi
sarjana jurusan keperawatan. Memakai kerudung merah, berkacamata, dengan
senyumnya yang khas, yang selalu membuatku ikut tersenyum.
“Rob...?” dia mengulang panggilannya.
“eh, iya. Apa ini..?” jawab ku dengan terbata-bata. Ku
amati baik-baik kertas itu, ada gambar wanita bergaun dan juga pria berjas. Ku
sobek plastinya danj ku buka, di dalamnya tertulis sebuah nama “Najwa binti Bpk
Abdul Hakim dg Anas bin Bpk Ngaeni” lengkap dengan tanggalnya, 25 Mei.
Aku sedikit terkejut, sekejap pun aku terdiam. Suasana
aneh mulai menelusuk hatiku. Ku pikir ini adalah sore nan cerah tanpa kilat,
tapi mengapa hatiku terasa tersambar petir dan remuk.
“datang ya, Rob... plis” dia memelas kepadaku dengan
senyum dan matanya yang bening, yang selalu membuatku tak mampu untuk
mengatakan “tidak” kepadanya.
Aku masih terdiam, beku.
“Rob..Roby?”
“oh, i...i..iya. Aku pasti datang”, ku paksakan mulut ini
untuk senyum, palsu.
“harus datang ya..., kamu kan teman terbaikku. Awas kalo
kamu nggak datang”, dia mengancamku dan pergi.
“iya, Insya Allah”, jawab ku lirih.
Ku tatap langkah dia pergi, perlahan dan menghilang di
balik belokan jalan. Ku tangkap senyum bahagia dari wajahnya. Aku pun mencoba
tersenyum. Sesak.
Teman....?
Jadi.....hanya...?