[bukan bayi] BAJANG
“[bukan bayi] BAJANG”
Oleh : @elrosyadi296
“sebuah catatan sebagai pembuktian bahwa
menulis dapat menjadi pengawet ide yang pernah ada dalam otak manusia.”
Kali ini aku akan sedikit berbagi kisah seseorang, yang
kisah hidupnya aku pikir dapat diambil hikmahnya, dan bagi Lo Lo pada yang
hidupnya lebih baik, bersyukurlah okey.
Mm, sebenarnya ini hanya penulisan ulang cerita, dari
percakapan aku dan teman-teman se-peranggok
[rumah yang terbangun dari bambu, Lo bisa bisa keterangannya di buku
“...ruhani dg Tasawuf Peranggok” aku lupa judul lengkapnya hehe.. kalo belum juga punya Lo bisa pesen lewat
aku...[iklan dikit].
Langsung saja, hari itu [entah hari apa, lupa] kami
[santri pernggok] sedang duduk-duduk dengan seorang pekerja bangunan YAPIKA. Ia
lebih di kenal dengan sebutan “BAJANG”. Nama aslinya aku lupa [mm, entar kenapa
jadi banyak tulisan lupa sih...hadeh] tapi yang jelas nama aslinya itu memiliki
arti yang baik, titik.
Kami pun berbincang-bincang dengannya. Ia memang terlihat
sudah berumur tinggi diantara kami [nggak enak nyebutin tua, eh keceplosan],
tapi sebenarnya dialah yang termuda diantara kami. Kami berumuran sekitar 20
tahunan, dia baru 19 tahun. Mungkin dia terlihat lebih tua daripada kami karena
faktor pekerjaan, yups ia bekerja di bidang pembangunan.
Awal-awal kami penasaran dengan sebutan namanya yang
dipanggil dengan “BAJANG”. [sebenarnya sudah ditanyakan tapi aku lupa namanya,
mungkin nanti yang membaca dan tau ato ingat namanya boleh mencantumkan dikolom
komentar]. Kulitnya yang berwarna sedikit berbeda dengan kami, menarik rasa
penasaran, lalu kami pun mulai menanyakan asal muasal ia bisa kerja disini
[YAPIKA, itu tempat sekolah aku, Lo bisa datang kesini di petanahan].
Ia sebenarnya berasal dari Sulawesi [jauh]. Dari kecil ia
sudah di tinggal ayahnya, tapi bukan
yatim. Ia tinggal bersama ibunya. Namun ia tidak tinggal lama di Sulawesi, ia
ikut ibunya merantau ke Jakarta. Di Jakarta ia tinggal bersama kakeknya,
sementara ibunya merantau mencari uang. Ia tinggal di rumah kakeknya yang sudah
reot. Keadaan seperti itu, dengan ditambah kiriman ibunya yang sering telat,
membuat ia mengambil keputusan untuk putus sekolah di kelas 3 SD.
Sekeluarnya Bajang dari sekolah, ia pun mencari pekerjaan
serabutan. Dalam tekadnya, ia bertekad untuk memperbaiki rumah kakeknya yang
sudah reot. Perjalanan panjang yang pada akhirnya ia mampu memperbaiki rumah
kakeknya. Pada penuturannya ia ikhlas dengan apa yang telah ia lakukan.
Suatu ketika, ia bertemu dengan Uwa’nya.
“Jang, koe gelem ora kerja melu aku ?”
“ya gelem Wa’, asal kerjane halal”
“Ya wes, sesuk koe aja meng endi-endi !”
“Ya Wa’”
Setelah pertemuannya dengan Uwa’nya, yang memang ia
berasal dari Kebumen [Kali balong, kalo nggak salah]. Bajang pun ikut ke
Kebumen. Yang akhirnya membawanya kesini, YAPIKA. Yang sebelumnya, ia pernah
bekerja sampai ke Papua, namun tak lama dan kembali ke Jakarta.
...mungkin itu yang dapat aku tuliskna kembali. Jika ada
tulisanku yang meleset, maaf ya Jang. He he.
Sekian, Wallohu a’lamu bish showab