Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُÙˆْصُ Ù‚َدْ Ø¥ِÙ†ْتِÙ‡َÙ‰ ÙˆَالْÙˆَÙ‚َائِعُ غَÙŠْرُ Ù…ُتَÙ†َÙ‡ِÙŠَØ© # صَÙ„ِØ­ٌ Ù„َÙƒُÙ„ِّ زَÙ…َان ÙˆَÙ…َÙƒَان

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

Oleh : elrosyadi296



PENDAHULUAN
Melihat dizaman sekarang banyak sekali orang mengejar kehidupan dunia, berlebih-lebihan didalam mengejar dan mendapatkanya, seolah-olah mereka akan hidup selamanya. Namun, pada akhirnya banyak dari mereka menyesal setelah mendapatkan musibah, dan sadar bahwasanya dunia itu tidak mampu membuat tenang dan tentram. Oleh karena itu, mereka mencari ketenangan dan ketentraman melalui sentuhan-sentuhan spiritual yang bisa mendekatkan mereka kepada Tuhan.
Disini penulis akan sedikit memaparkan ajaran-ajaran tasawuf dalam Al-Qur’an dan Hadits yang akan bisa menjadi acuan untuk berbuat dan bertindak. Dalam ibadah seorang muslim dianjurkan untuk melakukan tasawuf, mengetahui tarikat, dan mengetahui syari’at. Dengan demikian, seorang muslim akan berusaha terus memperbaiki ibadahnya hingga benar-benar melakukan ibadah hanya karena Allah SWT.















PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, misalnya menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah), shaf  (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan shuf (kain wol).
Keseluruhan kata ini bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Kata al-suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah) misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya, harata benda dan lainya hanya untuk Allah. Mereka ini rela meninggalkan kampung halamannya, rumah, kekayaan dan harta benda lainya di Makkah untuk hijrah bersama Nabi ke Madinah. Tanpa ada unsur iman dan kecintaan kepada Allah, tak mungkin mereka melakukan hal yang sedemikian. Selanjutnya kata shaf juga menggambarkan orang yang selalu berada dibarisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan. Demikian pula kata shufi menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat, dan kata shuf menggambarkan orang yang hidup sederhana yang tidak mementingkan dunia. Dan kata sophos (bahasa Yunani) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.
Dari segi Linguistik (kebahasan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakanya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Jika dipandang dari sudut manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upanya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatianya kepada Allah SWT.
Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlaq yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan diri dengan Tuhan.[1]
B.     Pengertian Tarikat
Asal kata tarekat dalam bahasa arab ialah “thariqah” yang berarti jalan, kedaan, aliran atau garis pada sesuatu. Tarekat adalah jalan-jalan yang ditempuh para sufi. Dapat pula digambrkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan anak jalan tersebut thariq. Kata ini turun menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum ilahi, tempat berpijak bagi setiap muslim. Tidak mungkin jika ada anak jalan bila tidak ada jalan utama tempat berpangkal. Pengalaman mistik tidak mungkin didapat bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahulu dengan saksama.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata thariqah menarik perhatian kaum sufi dan mereka menjadikanya sebagai istilah khusus yang mempunyai arti tertentu. Menurut L. Massignon, sebagaimana dikutip oleh Aboe Bakar Atjeh, thariqah dikalangan sufi mempunyai dua pengertian. Pertama, cara pendidikan akhlak dan jiwa bagi mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Arti seperti ini dipergunakan oleh kaum sufi pada abad ke-9 dan ke-10 M. Kedua, thariqah berarti suatu gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan-latihan rohani dan jasmani dan segolongan orang islam menurut ajaran dan keyakinan tertentu.
Munurut Harun Nasution, tarekat berasal dari kata thariqah, yang artinya jalan yang harus ditempuh oleh seseorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah. Tariqoh kemudian mengandung arti organisasi (tarikat). Tiap tarikat mempunyai syaikh, upacara ritual, dan bentuk ziir sendiri. Sejalan dengan ini, Martin Van Bruinessen menyatakan istilah “tarekat” paling tidak dipakai untuk mengacu pada organisasi yang menyatukan pengikut-pengikut “jalan” tertentu. Di timur tengah, istilah “tha’ifah” terkadang sering di sukai oleh organisasi. Sehingga lebih mudah untuk membedakan antara satu dengan yang lain. Akan tetapu di Indonesia kata tarekat mengacu pada keduanya.[2]
C.    Relevansi Tasawuf dan Tarikat
Secara relative corak pemikiran Islam yang pernah dipengaruhi oleh tasawuf selanjutnya berkembang menjadi tarikat. Justru ketika abad ke 13 M ketika masyarakat nusantara mulai memantapkan diri memeluk Islam, puncak pemikiran Islam sedang dalam puncak kejayaan tarikat.
Seorang pengikut tarikat ketika melakukan amalan-amalan tarikat berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kedirianya sebagai manusia dan mendekat dirinya ke sisi Allah. Dalam pengertian ini seringkali perkataan tarekat dianggap sinonim dengan istilah tasawuf, yaitu dimensi esoteris dan aspek yang mendalam dari agama islam. Sebagai istilah khusus, perkataan tarekat sering dikaitkan dengan “organisasi tarekat”, yaitu suatu kelompok organisasi yang melakukan amalan-amalan zikir tertentu, dan menyampaikan suatu sumpah yang formulanya telah ditentukan oleh pimpinan organisasi tarekat tersebut.
Dalam tradisi pesantren di Jawa, istilah tasawuf dipakai semata-mata dalam kaitan aspek intelektual dari “jalan=thariqat” itu, sedangan aspeknya yang bersifat etis dan praktis (yang dalam lingkungan pesantren dianggap lebih penting daripada aspek intelektualnya) diistilahkan dengan tarekat.[3]
Di dalam ilmu tasawuf, istilah tarekat itu tidak saja ditunjukkan pada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seseorang syaikh tarikat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syaikh tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada di dalam agama islama seperti salat zakat dan lain-lain yang semuanya itu merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam tarekat yang sudah melembga itu sudah tercakup semua aspek ajaran islam seperti salat zakat dan lain-lain, ditambah lagi pengamalan serta seorang syaikh. Akan tetapi, semua itu merupakan tuntunan dan bimbingan seorang syaikh melalui baiat.
Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah usaha dan mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah bimbingan seorang guru atau syekh. Ajaran-ajaran tasawuf yang harus di tempuh untuk mendekatkan diri itu kepada Allah merupakan hakikat tarekat yang sebenarnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang telah berkembang dengan beberapa variasi tertentu. Sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru pada muridnya.[4]

KESIMPULAN
Peralihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Dalam perkembangannya tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran gurunya., tetapi juga mengikuti kegiatan politik, misal tarekat tijaniyah yang dikenal dengan gerakan politik yang menentang penjajahan perancis di afrika urata, ahmadiyah menentang orang-orang salib yang datang ke mesir. Jadi sungguhpun mereka memusatkan perhatian kepada akhirat, mereka pun ikut bergerak menyelamatkan umat islam dari bahaya yang mengancanya.
Disamping itu, tarekat umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia. Tarekat menganjurkan banyak beribadah dan jangan mengikuti dunia ini karena dunia ini adalah bangkai dan yang mengejar dunia adalah anjing. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat manusia (islam) dari jalan yang harus ditempuhnya. Para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mecemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran dagi umat islam.



DAFTAR PUSTAKA
1.      Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Depok: Rajagrafindo Persada, 2015.
2.      M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
3.      Sri Mulyati. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah. Jakarta: Kencana, 2011.
4.      M. Solihin dan Rosihon Anwar. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2008.




[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Depok: Rajagrafindo Persada, 2015), edisi revisi, hlm. 154-156.
[2] M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 203-204.
[3] Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4. hal. 8-9
.
[4] M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 203-204.
 

Post a Comment for "MAKALAH AKHLAK TASAWUF"