LAILATUL QODAR YANG UTAMA DAN MULIA Oleh : KH. Amien Rosyid, BA
LAILATUL
QODAR YANG UTAMA DAN MULIA
Oleh : KH.
Amien Rosyid, BA
(Pengasuh Pondok Pesantren Al-Istiqomah
Tanjungsari Petanahan Kebumen)
Selain menghentikan makan atau minum, dan hal-hal lain yang membuat puasa
seorang muslim batal, bila dilakukan dari sejak terbit fajar sodik hingga
matahari tenggelam di ufuk barat (bahasa fikih menyebutnya waktu maghrib). Para
soimun (orang-orang yang berpuasa) juga dianjurkan untuk meningkat
amalan-amalan sholeh yang lain. Amalan melalui gerak lahiriyah, seperti sopan
santun kepada orang yang se-usia ataupun yang lebih tua usianya dari kita baik
di dalam rumah maupun di luar rumah. Selain itu kita juga berbuat sopan santun di lingkungan kerja kepada yang lebih
tua usianya, atau lebih tinggi jabatanya. Menundukan kepala dan tersenyum bila
bertemu teman, kenalan, tetangga, dan ini amalan yang ringan dilakukan, tetapi
rosulullah SAW menekankan bahwa “jangan kita sepelekan amalan yang sepele”.
Jangan dianggap kecil amal yang mudah, seperti tersenyum. Terseyum ini menunjukan ceria yang menjadi pertanda
keakaraban dan persaudaraan.
Betapa sulit dan beratnya tersenyum itu bagi orang yang mendapatkan
kesusahan usaha, atau keretakan dalam rumah tangganya. Bagaimana kita akan
bersandiwara pura-pura tersenyum untuk orang yang sudah berjanji akan melunasi
atau membayar cicilan hutang sementara belum tersedia dana cash yang cukup, tatkala
berjumpa di perjalanan untuk tersenyum manis kepadanya.
Amalan lain yang dapat dilakukan adalah harta milik seperti sodakoh,
infaq, memberi makanan kecil berbuka untuk jama’ah masjid, musholla, atau
majlis ta’lim dan lain sebagainya. Mengeluarkan sebagian rizki untuk
kepentingan di atas dalam ramadhan akan mendapat imbalan beda dari pada di
bulan selain ramadhan karena keistimewaan bulan Ramadhan. Diantara keistimewaan
itu adalah adanya : malam yang di beri nama “Lailatul Qodar”. Disamping ramadhan adalah bulan saat turunnya
Al-Qur’an pertama yang dalam syrah terulis tepat dengan terjadinya perang badar
yaitu tanggal 17(…………)
Bulan ramadhan saat tangan-tangan iblis dibelenggu, pintu surga terbuka
dan pintu neraka tertutup. Seorang mu’min mendapat kesempatan luas untuk
melakukan amal sholeh, baik amal ibadah mahdhoh yang langsung hubungan dengan
Alloh, atau amal ibadah ghoeru mahdhoh dengan sesama lingkungan hidup, seperti
membedah atau mengkaji kitab, beribadah dzikir mujahadah mempersiapkan
menghadapi Idul Fitri, membersihkan dan menata lingkungan rumah, dan sering di
jumpai kerja bakti bersih lingkungan perkebunan desa setempat di kampung.
Seorang teman penulis bercerita, ada guru Tsanawiyah menyampaikan
pendapatnya bahwa Lailatul Qodar hanya sekali waktu dulu saja, tatkala turunya
Al-Qur’an yang pertama. Waktu itu mendapat dukungan dari kepala Madrasahnya, guru-guru
lain tidak sependapat, dan meraka menyakini Lailatul Qodar turun setiap tahun
dalam bulan ramadhan.
Penulis tidak mempersoalkan sekali atau berkali-kali masalahnya di
lingkungan penulis masyarakat umumnya mengadakan amalan Ramadhan dengan semakan
dan membaca Al-qur’an tiap-tiap masjid dan musholah. Kalau dulu sampai larut
malam setelah berjamaah sholat tarawih, namun sekarang membatasi diri hingga
jam 24.00 saja, terbesit alasan toleransi masyarakat, lain agama dan golongan
yang berbeda.
Ironisnya jusrtru pada kesempatan yang banyak diperoleh pahala yang
berlipat ganda karena semalam sama dengan seribu bulan amal balasannya biasanya
waktu-waktu seperti ini kwantitas jamaah berkurang, ungkap plesetan menyebutnya
“shof barisan jamaah semakin maju”. Maju bukan berarti giat, tetapi barisan shofnya
tinggal ½ baris, pada waktu-waktu akhir berkurang. Beberapa alasan yang muncul
antara lain :
a)
Mempersiapkan / mebuat
makanan kering seperti roti kacang, rengginang, sagon, untuk disiapkan tamu
sungkeman datang. Kelompok pencentus ini biasanya datang dari ibu-ibu rumah
tangga.
b)
Pemberharuan cat rumah, pembetulan
prabot rumah tangga, bersih-bersih lingkungan
dan sebagainya, biasanya alasan keluar dari kepala rumah tangga
dikampung.
c)
Lain lagi anak-anak usia
sekolah dasar dan lanjut pertama, mereka berkurang datang berjamaah tarawih karena
sibuk membuat mrecon (petasan), bermain bahkan bersantai-santai.
Kelihatannya mereka merasakan jenuh, lelah, sehingga menghentikan
kegiatan tarawihnya. Disinilah keberhasilan syetan membujuknya. Sementara
pemahaman turunya Lailatul Qodar hilang dalam benak mereka, untuk itu kita
lebih condong kepada pembuat gambaran atau tamsil. Lailtul Qodar di ibaratkan seekor
guramih yang besar dalam sebuah kolam yang luas, apabila kita ingin menangkap
ikan tersebut adalah dengan jalan menghilangkan air kolam tersebut secara
perlahan-lahan, pada giliran air itu kering ,pasti ikan akan tertangkap dan
tempatnya, tidak harus di pojok tertentu atau tempat tertentu pula. Demikian tamzil
mendapatkan Lailatul Qodar, jika dalam satu bulan setelah sholat tarawih untuk
mengisi waktu sambil istirahat sejenak, ulama dan imam-imam masjid atau mushola
yang memanfaatkan dalam bentuk kreatifitas berbeda-beda misalnya
menyelenggarakan kultum (kuliah 7 menit) ada pula yang membedah kitab-kitab
klasik yang biasa disebut kilatan
pesantren, adapula anggota jamaahnya yang menyediakan makanan atau minuman
segar, sebagai penyejuk dahaga, di kampung biasa disebut “Jaburan” terkadang
disebut “Tajilan”. Bentuknya bisa kolak, makanan ringan, atau kacang-kacangan sambil
mendengarkan uraian dari penceramah, atau pembaca kitab tersebut.
Penulis sangat cocok bila diberi kesempatan tanya jawab ringan tentang
agama, ahlak, dan pertanyaan yang berkaitan dengan apa yang dibahas dalam
sajian ceramah itu. Ada sebuah cerita seorang jamaah pada saat penceramah,
memberi waktu tanya jawab ada yang nyelentuk, “Pak ustadz kami malu bertanya,
bukan karena paham atau tidak paham uraian dari bapak, tetapi kami punya rasa
“malu” alasannya kami dianggap bodoh, atau jadi “kelihatan bodohnya”!! kata
jamaah. Ini ungkapan yang sering muncul, kata teman ini adalah rayuan syetan,
dengan tujuan agar orang-orang jangan paham dengan ilmu agama, syetan akan
senang bila seseorang selalu gelap dan bodoh tentang agama. Dan kegelapan itu
membuat syetan mudah memimpinnya. Yang akhirnya menjadi teman di neraka.
Termasuk rayuan syaetan dan bujukannya, setelah kebanyakan para ustadz
menyampaikan datangnya “Lailatul Qodar” dalam kitab-kitab tasyawuf menekankan
turunnya bumi pada malam-malam sepertiga yang akhir dari bulan ramadhan,
terutama pada tanggal ganjil, seperti 21, 23, 25, 27, 29 Ramadhan amaan-amalannya
dikerjakan ia pasti mendapat kannya, dan itulah ketawakalan kita yang baik.
Ulama sering menyampaikan bahwa kelipat gandaan pahala atas amalan pada malam
Lailatul Qodar itu di karena usia umat Nabi Muhamad SAW yang kebanyakaan pendek
berbeda dengan usia Nabi-nabi terdahulu, ada yang berusia 900 tahun, ada yang
400 tahun, bagai mana bisa menyamai amalan mereka dengan umur yang pendek ini ?
Semoga uraian ini mendapat pemahaman yang baik. Amiin !