MAKALAH ILMU KALAM PERIODE KLASIK DAN KONTEMPORER
MAKALAH
ILMU KALAM PERIODE KLASIK DAN KONTEMPORER
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada semester I
Dosen Pembimbing : Nginayatul Hasanah M.Pd.I
Nama Kelompok :
1. Luthfi Rosyadi (1631037)
2. Monika Rustiana P (1631038)
3. Anas Masruri (1631041)
Fakultas Ushuludin (IQT / I)
Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Kebumen
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan kita kesehatan kenikmatan serta kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami sebagai mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan ibu dosen dalam rangkamenambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami pula.
Yang kedua shalawat salam selalu tercurahkan kepada baginda kita Nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarga karena dengan perjuangan beliau kita bisa berkumpul ditempat yang mulia ini.
Ucapan terima kasih kepada ibu nginayah selaku dosen pengampu pada mata kuliah ilmu kalam yang telah memberikan bimbingan serta arahan sehingga makalah kami ini yang berjudul “Ilmu kalam periode klasik dan kontemporer’’ ini selsai tepat waktu.
Adapun dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaaan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam rangka perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin ya rabbal ‘alamin.
BAB 1
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Ilmu teologi islam merupakan salah satu ilmu yang mesti kita pelajari dari sekian banyak ilmu ilmu didunia ini. Berbagai definisi telah banyak dikemukakan tokoh tokoh islam mengenai ilmu ini. Begitu pula sebab sebab penamaan serta berbagai nama lain dari ilmu kalam. Namun dari sekian keterangan dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam merupakan ilmu yang mempelajari masalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya yang dapat memperkuat akan keyakinan terhadap-Nya dan mampu memberikan hujjah dan argumentasi. Karena berbagai faktor, terlahirlah bebagai aliran ilmu kalam dalam islam dengan pemikiran dan konsep masing masing dari periode kalam klasik, modern sampai kontemporer.
Adapula pemikiran kontemporer yang merupakan campuran antara pemikiran klasik dan modern. Aliran dalam kontemporer bukahlah sebuah aliran teologi negatif yang ditakuti menantang dunia. Adanya orang memandang sebagai islam kiri, islam progresif khasanah. Semua hanyalah sebutan, yang jelas mereka bergerak dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Serta benar benar fokus dan maju dibidang kajiannya untuk memperjuangkan nasib manusia yang terengut.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ilmu Kalam Klasik
A. Pengertian
Ilmu Kalam Klasik adalah teologi islam klasik yang lebih cenderung kepada pembahasan tentang teosentris atau ketuhanan yang menjadi pokok pembahasanya. Pembahasan pokok teologis yang terdapat dalam ilmu kalam klasik telah jauh menyimpang dari misinya yang paling awal dan mendasar, yaitu liberasi atau emansipasi umat manusia. Rumusan klasik di bidang teologi pada hakikatnya tidak lebih dari sekumpulan diskursus keagamaan yang kering dan tidak punya kaitan apapun dengan fakta-fakta nyata kemanusiaan. Paradigma teologi klasik yang ditinggalkan para pendahulu hanyalah sebetuk ajaran langitan, wacana teoritis murni, abstrak-spekulatif, elitis, dan statis yang jauh sekali dari fakta-fakta nyata kemanusiaan dan kenyataan sosial kemasyarakantan. Padahal, semangat awal dan misi paling mendasar dari gagasan teologi islam (tauhid) sebagaiman tercermin di masa Nabi S.A.W. sangatlah liberatif, progresif, emansipatif dan revolutif.
B. Objek Kajian Ilmu Kalam Klasik
Berkaitan dengan masalah aqidah tersebut, Muzaffaruddin Nadvi melihat kepada 4 masalah pokok yang menjadi objek kajian penting didalam pemikiran islam, khususnya ilmu kalam, yakni:
1) Masalah kebebasan berkehendak, yaitu apakah manusia memiliki kebebasan berkehedak atau tidak, dan apakah manusia mempunyai kekuasaan berbuat atau tidak.
2) Masalah sifat Allah, yaitu apakah Allah memiliki sifat-sifat itu merupakan bagian dari dzat-Nya atau bukan.
3) Batasan iman dan perbuatan, yaitu apakah perbuatan manusia itu merupakan bagian dari keimananya atau terpisah.
4) Perselisihan antara akal dan wahyu, yaitu apakah kriteria sebenarnya dari kebenaran itu, akalkah atau wahyu. Dengan kata lain, apakah akal menjadi pokok wahyu atau sebaliknya.
C. Macam-Macam Aliran Kalam Klasik
1. Aliran Khawarij
Khawarij merupakan sebuah aliran kalam yang diambil dari kata kharoja dan meruopakan bentuk jamak dari khaarij, yang berarti “keluar” dan memisahkan dari barisan Ali”. Tokohnya antara lain yaitu: Abdullah bin Wahab Ar-Rasyibi.
2. Aliran Murji’ah
Murji’ah muncul sebagai reaksiterhadap teori-teori yang bertentangan dengan Syi’ah dan Khawarij, dimana kedua aliran yang disebut terahir ini sama-sama menentang rezim Bani Umayyah, tetapi dri sudut pandang yang berbeda. Tokohnya antara lain yaitu: Jahm bin Sofwan.
3. Aliran Syi’ah
Secara etimologi, kata “as-Syi’ah” dalam bahasa arab berarti pengikut atau pendukung. Sementara dalam kajian sekte-sekte islam, secara terminologis Syi’ah berarti orang-orang yang mendukung Sayyidina Ali r.a. saja yang berhak menjadi khalifah dengan ketetapan nash dan wasiat dari Rasulullah s.a.w. baik tersurat maupun tersirat. Para ahli pada umumnya membagi sekte Syi’ah dalam empat golongan besar, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah dan Kaum Ghulat.
4. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah sngat berkembang terutama pada pemerintahan AL-Makmun seorang khalifah Dinasti Abasyiyah yang sangat tertarik pada filsafat Yunani. Aliran Mu’tazilah didominasi metode rasional dalam pemikiranya. Tokohnya antar lain yaitu: Washil bin Atha’.
5. Aliran Qodariyah
Qodariyah berasal dari bahasa arab, yaitu kata qodaro yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, Qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qodariyah pertama sekali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasqi.
6. Aliran Jabariyah
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan. Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah. Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab.
7. Aliran Ahlu As- Sunnah
Ahlu Sunnah dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Arabiyah Al-Muyassarah sebuah Enseklopedia ringkas, memberikan definisi sebagai berikut :“Ahlu Sunnah adalah mereka yang mengikuti dengan konsisten semua jejak-langkah yang berasal dari Nabi Muhammad s.a.w. dan membelanya. Ada dua Imam Ahlu Sunnah Wal Jama’ah yang paling populer di dunia Islam sampai sekarang, yaitu Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi.
2. Ilmu Kalam Kontemporer
a. Pengertian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia aliran berarti haluan, pendapat, paham. Sedangkan kontemporer adalah pada waktu yang sama; semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini. Teologi kontemporer ini merupakan upaya menjawab konteks social yang ada dan bentuknya praktis, bisa pada teologi pembebasan, lingkungan, humanistic dan lain-lainnya. Intinya teologi kontemporer tidak bersifat teoritis, hanya menyajikan langkah praktis perwujudan dari nash dalam menghadapi persoalan yang ada atau dihadapinya.
Berdasarkan teori diatas dapat dipahama bahwa teologi kontemporer berorientasi pada pada transformasi sosial masyarakat, melakukan langkah praktis karena perintah nash. Sedangkan aliran teologi klasik sebagaimana kita bahas yang lalu, hanya berkutat pada persoalan hakikat yang berdasarkan atas penafsiran terhadap wahyu Allah dan Sunnah berhubungan dengan ketuhanan, keimanan, takdir, dosa, kafir, imamah, khalifah dan perbuatan-perbuatan manusia.
b. Tokoh Pemikiran Kalam Kontemporer
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada umumnya istilah teologi kontemporer disebut juga teologi modern, maka dalam makalah ini akan dikemukakan beberapa tokoh pemikiran kalam (teologi Islam). Dan inilah yang dimaksudkan dengan tokoh-tokoh pemikiran kalam kontemporer dalam pembahasan ini.
1. Muhammad Abduh
a) Pemikiran Kalam Muhammad Abduh.
I. Kedudukan akal dan wahyu
Dalam suasana umat Islam fanatisme mazhab, Abduh ingin membebaskan mereka dari belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan keagamaan. Ketika itu pemikiran mereka beku, kaku, menutup pintu ijtihad, mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at Islam dan mengistimbathkan hukum, karena merasa cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang hidup pada masa kebekuan akal (jumud) dan khurafat.
Menurut Muahammad Abduh peranan akal sangat besar dalam mengetahui dan memahami agama (dalam hal ini dia sama dengan paham Mu’tazilah). Menurut Abduh, wahyu berfungsi sebagai penolong akal dalam hal :
1. Mengetahui sifat dan keadaan kehidupan di akhirat.
2. Mengatur kehidupan masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya.
3. Menyempurnakan pengetahuan akal tentang Tuhan dan sifat-sifatNya.
4. Mengetahui cara beribadah dan berterima kassih kepada Tuhan.
5. Menurut Abduh, menggunakan akal merupakan salah satu dasar Islam. Iman tidak sempurna tanpa akal. Kepercayaan kepada eksistensi Tuhan juga berdasarkan akal.
6. Menurut Abduh, wahyu tidak mungkin bertentangan dengan akal, jika terdapat pertentangan berarti ada penyimpangan dalam tataran interpretasi.
II. Kebebasan Manusia dan Fatalisme
Menurut Muhammad Abduh, di samping mempunyai daya pikir, manusia juga memiliki kebebasan memilih, sebagai sifat dasar alami. Menurutnya, kalau sifat dasar itu dihilangkan, maka bukan lagi manusia tetapi makhluk lain. Dengan akalnya, manusia dapat mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukan, kemudian memutuskan dengan kemauannya dan selanjutnya mewujudkan dengan daya yang ada. Karena manusia secara alami atau sunnatullah mempunyai kebebasan untuk menetukan kemauan dan daya untuk mewujudkannya, maka dia tidak sefaham dengan aliran Jabariyah. Menurutnya, manusia mempunyai kemampuan berfikir dan kebebasan memilih, namun tidak absolut. Jika demikian, maka orang itu angkuh.
III. Kehendak Mutlak Tuhan
Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, maka Muhammad Abduh berpendapat bahwa Kehendak Tuhan tidak mutlak. Menurutnya Tuhan telah membatasi kehendak mutlak-Nya dengan memberi kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Selain itu juga Kehendak Mutlak Tuhan telah dibatasi oleh sunnatullah secara umum. Menurut Abduh Tuhan tidak mungkin menyimpang dari sunnatullah yang telah ditetapkannya. Dengan demikian bahwa Tuhan dengan kemauannya sendiri telah membatasi kehendak-Nya dengan sunnatullah yang diciptakan-Nya untuk mengatur alami ini.
Oleh karena Tuhan termasuk dalam alam ruhani (alam ghaib), maka rasio tidak dapat menerima faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani. Dalam hal ini Muhammad Abduh, yang memberikan kekuatan besar kepada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau ruh makhluk di alam ciptaannya ini. Kata-kata seperti wajah, tangan, duduk, al-Arsy, al-Kursy dan sebagainya yang terdapat dalam al-Qur’an, menurut Abduh tidak dapat dimaknai secara harfiyah, akan tetapi harus dipahami secara maknawi (interpretasi lewat takwil atau analogi).
2. Sayyid Ahmad Khan
a. Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan
Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikiran dengan Muhammad Abduh. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama tentang akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya. Namun demikian, akal bukanlah segala-galanya dan kekuatan akalpun terbatas. Keyakinan akan kekuatan dan kebebasan akal menjadikan Ahmad Khan percaya bahwa manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Ini berarti bahwa dia mempunyai faham yang sama dengan Qadariyah. Karena keyakinannya terhadap faham qadariyah ini, Ahmad Khan menentang keras faham taklid. Menurut dia penyebab kemunduran umat Islam India di antaranya adalah karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Gaung peradaban Islam klasik masih melenakan mereka, sehingga tidak menyadari bahwa peradaban baru telah muncul di Barat, berupa pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurutnya Tuhan telah menentukan tabiat dan nature (sunnatullah) bagi setiap makhluk-Nya yang tetap dan tidak berubah, karenanya Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam. Karena hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan al-Qur’an adalah firman-Nya maka tentu keduanya pasti seiring sejalan dan tidak mungkin ada pertentangan. Atasa dasar keyakinan tentang kekuatan akal dan hukum alam, maka Ahmad Khan tidak mau pemikirannya terganggu oleh otoritas hadits dan fiqh. Segala sesuatu diukur dengan kritik rasional dan menolak semua yang bertentangan dengan logika dan hukum alam.
3. Muhammad Iqbal
a. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal
Sesungguhnya Muahammad Iqbal lebih terkenal sebagai seorang reformis atau pembaru Islam ketimbang sebagai seorang teolog Islam. Oleh karena itu agak sulit untuk menemukan pandangannya mengenai wacana-wacana tentang kalam klasik, seperti fungsi akal dan wahyu, perbuatan dan kewajiban Tuhan serta perbuatan dan kewajiban manusia. Tapi hal ini bukan berarti dia sama sekali tidak menyinggung tentang ilmu kalam. Beberapa pemikiran Muhammad Iqbal berkenaan dengan ilmu kalam, antara lain :
Hakikat Teologi
Secara umum Muhammad Iqbal melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid. Di dalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “perasaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan. Pandangannya tentang ontologi teologi membuatnya berhasil melihat anomali (penyimpangan) yang melekat pada literatur ilmu kalam klasik. Teologi Asy’ariyah, umpamanya, menggunakan cara dan pola pikir ortodoks Islam. Sementara Mu’tazilah sebaliknya, terlalu jauh bersandar kepada akal, yang akibatnya mereka tidak menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran keagamaan dari pengalaman konkrit meupakan kesalahan besar.
2. Pembuktian Tuhan
Dalam mebuktikan eksistensi Tuhan, Muhammad Iqbal menolak argumen kosmologis maupun ontologis. Dia juga menolak argumen teleologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaanNya dari sebelah luar. Walaupun demikian dia menerima landasan teleologis yang imanen (tetap ada). Untuk menopang hal ini, dia menolak pandangan yang statis tentang mater dan menerima pandangan tentang struktur kejadian dalam aliran dinamis yang tidak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan Muhammad Iqbal dalam “jangka waktu murni” (oleh Bergson) yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam “jangka waktu murni” ada perubahan tapi tidak ada suksesi (pergantian). Kesatuannya seperti kesatuan kuman yang di dalamnya terdapat pengalaman-pengalaman nenek moyang para individu, bukan sebagai suatu kumpulan tetapi sebagai suatu kesatuan yang di dalamnya mendorong setiap pengalaman untuk menyerap keseluruhannya. Dan dari individu, “jangka waktu murni” ini kemudian ditransfer ke alam semesta dan membenarkan ego mutlak. Ide inilah yang membuat Iqbal telah menafsirkan Tuhan yang permanen bagi alam.
3. Jati Diri Manusia
Paham dinamisme Muhammad Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, cukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah. Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran Islam, karena hakikat hidup adalah bergerak, dan gerak adalah perubahan. Konsep khudi beliau, tampaknya merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika itu telah dibawa oleh kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud Islam yang sebenarnya. Dengan konsep khudi ini dia mengemukakan pandangan yang dinamis tentang kehidupan dunia
4. Dosa
Muhammad Iqbal secara tegas menyatakan bahwan al-Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, dia mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang “kebangkitan manusia dari kondisi primitif yang dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkaang” dan “timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih”. Allah telah menyerahkan tanggungjawab yang penuh risiko ini, menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada manusia. Maka kewajiban manusia adalah membenarkan adanya kepercayaan ini. Namun, pengakuan terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan pengakuan terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dari keterbatasan kemandirian itu.
5. Surga dan Neraka
Menurut Iqbal, Surga dan Neraka adalah suatu keadaan, bukan tempat. Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam al-Qur’an adalah penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Sedangkan Neraka adalah api Allah yang menyala-nyala dan membumbung ke atas hati, perasaan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan kemenaangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam Islam. Neraka sebagaimana dijelaskan alam al-Qur’an, bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang disediakan Tuhan, namun pengalaman korektif yang dapat memperkeras ego sekali lagi agar lebih sensitif terhadap tiupan angin sejuk dari kemahamurahan Allah.
Ilmu kalam klasik adalah teologi islam yang lebih cenderung kepada pembahasan tentang teosentris atau ketuhanan yang menjadi pokok pembahasannya. Pemikiran islam menurut ilmu kalam itu dibagi menjadi 4 masalah pokok, yakni :
1. Masalah kebebasan kerkehendak
2. Masalah sifat Alloh
3. Batas iman dan perbuatan
4. Perselisihan antara akal dan wahyu
Macam macam aliran ilmu kalam klasik :
a) Aliran khawarij
b) Aliran murjiah
c) Aliran syiah
d) Aliran muktazilah
e) Aliran qadariyah
f) Aliran jabariyah
g) Ahlus sunah waljamaah
B. Periode kontemporer
Aliran adalah haluan, pendapat atau paham, sedangkan kontemporer itu waktu yang sama semasa atau masa kini. Adapun tokoh tokoh ilmu kalam periode kontemporer yaitu : Muhammad Abduh, Sayyid Akhmad Khan, Muhammad Iqbal
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah kami ini, Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dan kesimpulan dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
1. Hasbulloh, K.H Azizi. 2008. Aliran-aliran teologi islam. Lirboyo : Tim Karya Ilmiah
2. Prof. Dr. H. Abdullah Rozak, M.Ag dan Prof. Dr. H. Roshon Anwar. .Ag. 2012. Ilmu Kalam. Bandung : Pustaka Setia
3. Idahram, Syaikh. 2011. Sejarah Berdasarkan Sekte Salafi Wahabi. Pustaka Pesantren
4. Kholisoh dan Nok Aenul Latifah. 2015. Paham Ilmu Kalam. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
5. Wiyani, Ardy Novan. 2013.Ilmu Kalam. Yogyakarta : Teras
1. Aliran Khawarij
Khawarij merupakan sebuah aliran kalam yang diambil dari kata kharoja dan meruopakan bentuk jamak dari khaarij, yang berarti “keluar” dan memisahkan dari barisan Ali”. Tokohnya antara lain yaitu: Abdullah bin Wahab Ar-Rasyibi.
2. Aliran Murji’ah
Murji’ah muncul sebagai reaksiterhadap teori-teori yang bertentangan dengan Syi’ah dan Khawarij, dimana kedua aliran yang disebut terahir ini sama-sama menentang rezim Bani Umayyah, tetapi dri sudut pandang yang berbeda. Tokohnya antara lain yaitu: Jahm bin Sofwan.
3. Aliran Syi’ah
Secara etimologi, kata “as-Syi’ah” dalam bahasa arab berarti pengikut atau pendukung. Sementara dalam kajian sekte-sekte islam, secara terminologis Syi’ah berarti orang-orang yang mendukung Sayyidina Ali r.a. saja yang berhak menjadi khalifah dengan ketetapan nash dan wasiat dari Rasulullah s.a.w. baik tersurat maupun tersirat. Para ahli pada umumnya membagi sekte Syi’ah dalam empat golongan besar, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah dan Kaum Ghulat.
4. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah sngat berkembang terutama pada pemerintahan AL-Makmun seorang khalifah Dinasti Abasyiyah yang sangat tertarik pada filsafat Yunani. Aliran Mu’tazilah didominasi metode rasional dalam pemikiranya. Tokohnya antar lain yaitu: Washil bin Atha’.
5. Aliran Qodariyah
Qodariyah berasal dari bahasa arab, yaitu kata qodaro yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, Qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qodariyah pertama sekali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasqi.
6. Aliran Jabariyah
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan. Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah. Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab.
7. Aliran Ahlu As- Sunnah
Ahlu Sunnah dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Arabiyah Al-Muyassarah sebuah Enseklopedia ringkas, memberikan definisi sebagai berikut :“Ahlu Sunnah adalah mereka yang mengikuti dengan konsisten semua jejak-langkah yang berasal dari Nabi Muhammad s.a.w. dan membelanya. Ada dua Imam Ahlu Sunnah Wal Jama’ah yang paling populer di dunia Islam sampai sekarang, yaitu Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi.
2. Ilmu Kalam Kontemporer
a. Pengertian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia aliran berarti haluan, pendapat, paham. Sedangkan kontemporer adalah pada waktu yang sama; semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini. Teologi kontemporer ini merupakan upaya menjawab konteks social yang ada dan bentuknya praktis, bisa pada teologi pembebasan, lingkungan, humanistic dan lain-lainnya. Intinya teologi kontemporer tidak bersifat teoritis, hanya menyajikan langkah praktis perwujudan dari nash dalam menghadapi persoalan yang ada atau dihadapinya.
Berdasarkan teori diatas dapat dipahama bahwa teologi kontemporer berorientasi pada pada transformasi sosial masyarakat, melakukan langkah praktis karena perintah nash. Sedangkan aliran teologi klasik sebagaimana kita bahas yang lalu, hanya berkutat pada persoalan hakikat yang berdasarkan atas penafsiran terhadap wahyu Allah dan Sunnah berhubungan dengan ketuhanan, keimanan, takdir, dosa, kafir, imamah, khalifah dan perbuatan-perbuatan manusia.
b. Tokoh Pemikiran Kalam Kontemporer
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada umumnya istilah teologi kontemporer disebut juga teologi modern, maka dalam makalah ini akan dikemukakan beberapa tokoh pemikiran kalam (teologi Islam). Dan inilah yang dimaksudkan dengan tokoh-tokoh pemikiran kalam kontemporer dalam pembahasan ini.
1. Muhammad Abduh
a) Pemikiran Kalam Muhammad Abduh.
I. Kedudukan akal dan wahyu
Dalam suasana umat Islam fanatisme mazhab, Abduh ingin membebaskan mereka dari belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan keagamaan. Ketika itu pemikiran mereka beku, kaku, menutup pintu ijtihad, mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at Islam dan mengistimbathkan hukum, karena merasa cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang hidup pada masa kebekuan akal (jumud) dan khurafat.
Menurut Muahammad Abduh peranan akal sangat besar dalam mengetahui dan memahami agama (dalam hal ini dia sama dengan paham Mu’tazilah). Menurut Abduh, wahyu berfungsi sebagai penolong akal dalam hal :
1. Mengetahui sifat dan keadaan kehidupan di akhirat.
2. Mengatur kehidupan masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya.
3. Menyempurnakan pengetahuan akal tentang Tuhan dan sifat-sifatNya.
4. Mengetahui cara beribadah dan berterima kassih kepada Tuhan.
5. Menurut Abduh, menggunakan akal merupakan salah satu dasar Islam. Iman tidak sempurna tanpa akal. Kepercayaan kepada eksistensi Tuhan juga berdasarkan akal.
6. Menurut Abduh, wahyu tidak mungkin bertentangan dengan akal, jika terdapat pertentangan berarti ada penyimpangan dalam tataran interpretasi.
II. Kebebasan Manusia dan Fatalisme
Menurut Muhammad Abduh, di samping mempunyai daya pikir, manusia juga memiliki kebebasan memilih, sebagai sifat dasar alami. Menurutnya, kalau sifat dasar itu dihilangkan, maka bukan lagi manusia tetapi makhluk lain. Dengan akalnya, manusia dapat mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukan, kemudian memutuskan dengan kemauannya dan selanjutnya mewujudkan dengan daya yang ada. Karena manusia secara alami atau sunnatullah mempunyai kebebasan untuk menetukan kemauan dan daya untuk mewujudkannya, maka dia tidak sefaham dengan aliran Jabariyah. Menurutnya, manusia mempunyai kemampuan berfikir dan kebebasan memilih, namun tidak absolut. Jika demikian, maka orang itu angkuh.
III. Kehendak Mutlak Tuhan
Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, maka Muhammad Abduh berpendapat bahwa Kehendak Tuhan tidak mutlak. Menurutnya Tuhan telah membatasi kehendak mutlak-Nya dengan memberi kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Selain itu juga Kehendak Mutlak Tuhan telah dibatasi oleh sunnatullah secara umum. Menurut Abduh Tuhan tidak mungkin menyimpang dari sunnatullah yang telah ditetapkannya. Dengan demikian bahwa Tuhan dengan kemauannya sendiri telah membatasi kehendak-Nya dengan sunnatullah yang diciptakan-Nya untuk mengatur alami ini.
Oleh karena Tuhan termasuk dalam alam ruhani (alam ghaib), maka rasio tidak dapat menerima faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani. Dalam hal ini Muhammad Abduh, yang memberikan kekuatan besar kepada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau ruh makhluk di alam ciptaannya ini. Kata-kata seperti wajah, tangan, duduk, al-Arsy, al-Kursy dan sebagainya yang terdapat dalam al-Qur’an, menurut Abduh tidak dapat dimaknai secara harfiyah, akan tetapi harus dipahami secara maknawi (interpretasi lewat takwil atau analogi).
2. Sayyid Ahmad Khan
a. Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan
Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikiran dengan Muhammad Abduh. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama tentang akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya. Namun demikian, akal bukanlah segala-galanya dan kekuatan akalpun terbatas. Keyakinan akan kekuatan dan kebebasan akal menjadikan Ahmad Khan percaya bahwa manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Ini berarti bahwa dia mempunyai faham yang sama dengan Qadariyah. Karena keyakinannya terhadap faham qadariyah ini, Ahmad Khan menentang keras faham taklid. Menurut dia penyebab kemunduran umat Islam India di antaranya adalah karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Gaung peradaban Islam klasik masih melenakan mereka, sehingga tidak menyadari bahwa peradaban baru telah muncul di Barat, berupa pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurutnya Tuhan telah menentukan tabiat dan nature (sunnatullah) bagi setiap makhluk-Nya yang tetap dan tidak berubah, karenanya Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam. Karena hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan al-Qur’an adalah firman-Nya maka tentu keduanya pasti seiring sejalan dan tidak mungkin ada pertentangan. Atasa dasar keyakinan tentang kekuatan akal dan hukum alam, maka Ahmad Khan tidak mau pemikirannya terganggu oleh otoritas hadits dan fiqh. Segala sesuatu diukur dengan kritik rasional dan menolak semua yang bertentangan dengan logika dan hukum alam.
3. Muhammad Iqbal
a. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal
Sesungguhnya Muahammad Iqbal lebih terkenal sebagai seorang reformis atau pembaru Islam ketimbang sebagai seorang teolog Islam. Oleh karena itu agak sulit untuk menemukan pandangannya mengenai wacana-wacana tentang kalam klasik, seperti fungsi akal dan wahyu, perbuatan dan kewajiban Tuhan serta perbuatan dan kewajiban manusia. Tapi hal ini bukan berarti dia sama sekali tidak menyinggung tentang ilmu kalam. Beberapa pemikiran Muhammad Iqbal berkenaan dengan ilmu kalam, antara lain :
Hakikat Teologi
Secara umum Muhammad Iqbal melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid. Di dalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “perasaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan. Pandangannya tentang ontologi teologi membuatnya berhasil melihat anomali (penyimpangan) yang melekat pada literatur ilmu kalam klasik. Teologi Asy’ariyah, umpamanya, menggunakan cara dan pola pikir ortodoks Islam. Sementara Mu’tazilah sebaliknya, terlalu jauh bersandar kepada akal, yang akibatnya mereka tidak menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran keagamaan dari pengalaman konkrit meupakan kesalahan besar.
2. Pembuktian Tuhan
Dalam mebuktikan eksistensi Tuhan, Muhammad Iqbal menolak argumen kosmologis maupun ontologis. Dia juga menolak argumen teleologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaanNya dari sebelah luar. Walaupun demikian dia menerima landasan teleologis yang imanen (tetap ada). Untuk menopang hal ini, dia menolak pandangan yang statis tentang mater dan menerima pandangan tentang struktur kejadian dalam aliran dinamis yang tidak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan Muhammad Iqbal dalam “jangka waktu murni” (oleh Bergson) yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam “jangka waktu murni” ada perubahan tapi tidak ada suksesi (pergantian). Kesatuannya seperti kesatuan kuman yang di dalamnya terdapat pengalaman-pengalaman nenek moyang para individu, bukan sebagai suatu kumpulan tetapi sebagai suatu kesatuan yang di dalamnya mendorong setiap pengalaman untuk menyerap keseluruhannya. Dan dari individu, “jangka waktu murni” ini kemudian ditransfer ke alam semesta dan membenarkan ego mutlak. Ide inilah yang membuat Iqbal telah menafsirkan Tuhan yang permanen bagi alam.
3. Jati Diri Manusia
Paham dinamisme Muhammad Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, cukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah. Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran Islam, karena hakikat hidup adalah bergerak, dan gerak adalah perubahan. Konsep khudi beliau, tampaknya merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika itu telah dibawa oleh kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud Islam yang sebenarnya. Dengan konsep khudi ini dia mengemukakan pandangan yang dinamis tentang kehidupan dunia
4. Dosa
Muhammad Iqbal secara tegas menyatakan bahwan al-Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, dia mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang “kebangkitan manusia dari kondisi primitif yang dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkaang” dan “timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih”. Allah telah menyerahkan tanggungjawab yang penuh risiko ini, menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada manusia. Maka kewajiban manusia adalah membenarkan adanya kepercayaan ini. Namun, pengakuan terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan pengakuan terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dari keterbatasan kemandirian itu.
5. Surga dan Neraka
Menurut Iqbal, Surga dan Neraka adalah suatu keadaan, bukan tempat. Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam al-Qur’an adalah penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Sedangkan Neraka adalah api Allah yang menyala-nyala dan membumbung ke atas hati, perasaan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan kemenaangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam Islam. Neraka sebagaimana dijelaskan alam al-Qur’an, bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang disediakan Tuhan, namun pengalaman korektif yang dapat memperkeras ego sekali lagi agar lebih sensitif terhadap tiupan angin sejuk dari kemahamurahan Allah.
BAB III
PENUTUP
A. Ilmu kalam klasik
Ilmu kalam klasik adalah teologi islam yang lebih cenderung kepada pembahasan tentang teosentris atau ketuhanan yang menjadi pokok pembahasannya. Pemikiran islam menurut ilmu kalam itu dibagi menjadi 4 masalah pokok, yakni :
1. Masalah kebebasan kerkehendak
2. Masalah sifat Alloh
3. Batas iman dan perbuatan
4. Perselisihan antara akal dan wahyu
Macam macam aliran ilmu kalam klasik :
a) Aliran khawarij
b) Aliran murjiah
c) Aliran syiah
d) Aliran muktazilah
e) Aliran qadariyah
f) Aliran jabariyah
g) Ahlus sunah waljamaah
B. Periode kontemporer
Aliran adalah haluan, pendapat atau paham, sedangkan kontemporer itu waktu yang sama semasa atau masa kini. Adapun tokoh tokoh ilmu kalam periode kontemporer yaitu : Muhammad Abduh, Sayyid Akhmad Khan, Muhammad Iqbal
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah kami ini, Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dan kesimpulan dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasbulloh, K.H Azizi. 2008. Aliran-aliran teologi islam. Lirboyo : Tim Karya Ilmiah
2. Prof. Dr. H. Abdullah Rozak, M.Ag dan Prof. Dr. H. Roshon Anwar. .Ag. 2012. Ilmu Kalam. Bandung : Pustaka Setia
3. Idahram, Syaikh. 2011. Sejarah Berdasarkan Sekte Salafi Wahabi. Pustaka Pesantren
4. Kholisoh dan Nok Aenul Latifah. 2015. Paham Ilmu Kalam. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
5. Wiyani, Ardy Novan. 2013.Ilmu Kalam. Yogyakarta : Teras
Temukan Informasi menarik mengenai dunia perkuliahan hanya disini walisongo.ac.id
ReplyDelete